BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan
Negara yang luas, terdiri dari beribu pulau dengan jumlah penduduk yang besar.
Semakin meningkatnya pertumbuhan jumlah dan kebutuhan penduduk, semakin
meningkat pula kebutuhan tempat atau lahan untuk tempat kegiatan dan tentunya
prasarana untuk menunjang dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa lingkungan
identik dengan lahan. Sikap serta kebijaksanaan masyarakat terhadap lahan akan
menentukan aktifitasnya. Aktifitas itulah yang akan meninggalkan bekas di atas
lahan.
Seiring
dengan perkembangan waktu, transportasi dan pengunaan lahan menjadi satu bagian
yang tidak terpisahkan. Dalam konteks perencanaan, transportasi dan penggunaan
lahan memiliki tujuan yang terarah dan spesifik. Di dalam sistem transportasi,
tujuan perencanaan adalah menyediakan fasilitas untuk pergerakan penumpang dan
barang dari satu tempat ke tempat lain atau dari berbagai pemanfaatan lahan.
Sedangkan di dalam penggunaan lahan, tujuan dari perencanaan adalah untuk
tercapainya fungsi bangunan dan harus menguntungkan. Melalui makalah ini, kami
berusaha untuk memberikan persepsi atau pandangan serta ulasan secara lebih
mendalam mengenai aktifitas penggunaan lahan dalam kaitannya dengan aktifitas
transportasi. Apakah transportasi menjadi faktor yang mempengaruhi terjadinya
perubahan aktifitas penggunaan lahan, ataukah sebaliknya, penggunaan lahan
menjadi faktor yang mempengaruhi aktifitas transportasi. Pada konteks ini, kami
juga akan memberikan ulasan singkat mengenai faktor utama yang mempengaruhi
perubahan penggunaan lahan dan aktifitas transportasi baik itu di perkotaan
maupun di pedesaan.
Berdasarkan
berbagai sumber referensi yang kami pergunakan, definisi Penggunaan Lahan dan
Transportasi adalah sebagai berikut. Menurut Vink (1975), ”Lahan merupakan
suatu wilayah tertentu di atas permukaan bumi, khususnya meliputi semua benda
penyusun biosfer yang dapat dianggap bersifat menetap atau berpindah berada di
atas dan di bawah wilayah tersebut, meliputi atmosfer, tanah, batuan induk, topografi,
air, tumbuhan-tumbuhan, binatang, serta akibat-akibat kegiatan manusia pada
masa lalu maupun sekarang, yang semuanya memiliki pengaruh nyata terhadap
penggunaan lahan oleh manusia, pada masa sekarang maupun masa yang akan
datang”. Sedangkan definisi Penggunaan Lahan menurut Malingreau (1978),
”Pengunaan Lahan adalah segala macam campur tangan manusia, baik secara menetap
ataupun berpindah-pindah terhadap suatu kelompok sumberdaya alam dan buatan,
yang secara keseluruhan disebut lahan, dengan tujuan untuk mencukupi kebutuhan
baik material maupun spiritual, ataupun kebutuhan kedua-duanya”. Mengenai
definisi Transportasi adalah perpindahan atau pergerakan orang, barang,
informasi, untuk tujuan spesifik dari area atau satu tempat ketempat lain.
1.2 Rumusan Masalah
a.
Bagaimanakah mengatasi berbagai permasalahan dalam
tata cara penggunaan lahan dan perencanaan penggunaan lahan di Indonesia?
b.
Bagaimanakah cara mengelola perencanaan penggunaan
lahan di Indonesia?
c.
Bagaimanakah proses perencanaan tata guna lahan yang
baik dan benar?
d.
Sumber daya apa sajakah yang dapat di perbaharui dan
yang tak dapat diperbaharui?
1.3 Tujuan
a.
Memahami Tata Aturan Penggunaan Lahan Indonesia
b.
Memahami Penggunaan Lahan dalam satuan Persil
c.
Memahami Perencanaan Penggunaan Lahan
d.
Memahami Proses Perencanaan Tata Guna Lahan
e.
Memahami serta dapat membedakan Sumber Daya
Terbaharukan dan Tak Terbaharukan
1.4
Sistematika Penulisan
Bab I berisi latar belakang
makalah,rumusan masalah, tujuan,dan
sistematika penulisan.Bab II
berisi tentang Tata Aturan Penggunaan Lahan Indonesia,
Penggunaan
Lahan dalam satuan Persil, Perencanaan Penggunaan Lahan,
Proses Perencanaan Tata Guna Lahan, Sumber Daya Terbaharukan dan Tak
Terbaharukan.Bab III berisi kesimpulan dan saran.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1 Penggunaan
Lahan dan Tata Cara Penggunaan Lahan
a. Tata Aturan Penggunaan Lahan
Indonesia adalah Negara yang memiliki wilayah yang cukup luas. Pengembangan
sistem informasi dan pemantauan sumberdaya sangat diperlukan dalam pembangunan.
Pengelolaan sumberdaya harus dilakukan secara efektif dan efisien. Berkaitan
dengan pembangunan sumberdaya alam dan lingkungan hidup, pemerintah telah
menentukan arah kebijakannya (UU RI No. 25 Tahun 2000 tentang program
pembangunan nasional tahun 2000-2004), sebagai berikut:
a.
Mengelola
sumberdaya alam dan memelihara daya dukungnya agar bermanfaat bagi peningkatan
kesejahteraan rakyat dari generasi ke generasi.
b.
Mengembangkan
perekonomian yang berorientasi global sesuai kemajuan teknologi dengan
membangun keunggulan komparatif sebagai Negara maritime dan agraris sesuai
kompetisi dan produk unggulan di setiap daerah, terutama pertanian dalam arti
luas, kehutanan, kelautan, pertambangan, pariwisata serta industri kecil dan
kerajinan rakyat.
Arah kebijakan program pembangunan tersebut dijalankan melalui salah satu
program nasional berupa pengembangan dan peningkatan akses informasi sumberdaya
alam dan lingkungan hidup. Adapun pelaksanaannya di lapangan ditetapkan melalui
indicator kinerja sebagai berikut:
ü Terinventarisasi dan terevaluasinya potensi sumberdaya dan lingkungan
hidup.
ü Terkajinya neraca sumberdaya alam.
ü Terdatanya kawasan ekosistem rentan.
ü Terkajinya iptek bidang sisem informasi sumberdaya alam dan lingkungan
hidup.
ü Meningkatnya akses informasi kepada masyarakat.
ü Tersedianya infrastruktur data spasial sumberdaya alam dan lingkungan hidup
matra darat, laut, maupun udara (UU RI No. 25 tahun 2000 tentang program
pembangunan nasional tahun 2000-2004).
Indikator kerja tersebut pada dasarnya ditujukan pada masalah pamantauan
dan evaluasi sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Sistem pemantauan dan
evaluasi yang sederhana, efektif dan efisien sangat dibutuhkan pada wilayah
yang luas dan memiliki kondisi fisik dan sosial yang majemuk.
Untuk melaksanakan peran pemerintah tersebut secara efektif dan efisien
diperlukan adanya instrument manajemen publik yang meliputi siklus:
1.
Perumusan atau pembuatan kebijakan
2.
Perencanaan program
3.
Pembiayaan dan anggaran
4.
Pelaksanaan
5.
Pengawasan dan pengendalian/monitoring (Depdagri, 2002)
Salah satu unsur sumberdaya dan lingkungan yang penting untuk diperhatikan
adalah lahan dengan berbagai penggunaannya. Lahan adalah ruang dengan berbagai
unsurnya seperti iklim, topografi, tanah, vegetasi, air, dan lain-lain. Lahan
dengan berbagai unsur tersebut dimanfaatkan manusia untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Lahan dengan berbagai sumberdaya yang ada dieksploitasi dan dikelola
untuk tujuan-tujuan tertentu (Sitorus, 1985).
Perkembangan kebudayaan manusia mengakibatkan perubahan dalam kebutuhannya.
Pola pemanfaatan ruang untuk memenuhi kebutuhannya dilakukan dengan berbagai
cara sesuai dengan perkembangan kebudayaan yang dimilikinya. Manusia
menggunakan teknologi dan pengetahuannya untuk mengubah lingkungan guna
memenuhi berbagai kebutuhan hidup. Ketergantungan manusia terhadap kondisi
fisik alam semakin berkurang dengan adanya perkembangan pengetahuan dan
teknologi tersebut. Dengan perkembangan tersebut berarti pola pemanfaatan lahan
akan cenderung terus berubah.
Pengelolaan lahan perlu dilakukan secara berhati-hati. Kesalahan dalam
pengelolaan lahan akan mengakibatkan dampak yang merugikan pada waktu dekat
atau masa yang akan datang. Kesalahan pengelolaan dapat diakibatkan oleh
kurangnya informasi mengenai berbagai perkembangan yang terjadi atas suatu
perubahan. Kurangnya informasi dapat mengakibatkan munculnya kesalahan
penafsiran yang mengakibatkan kesalahan dalam melakukan analisis serta
pengambilan keputusan.
Perubahan pemanfaatan lahan yang terjadi terus menerus perlu dikelola
sebaik-baiknya. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari berbagai dampak yang
mungkin muncul dalam pemanfaatan lahan tersebut di masa yang akan datang.
Pemantauan dan analisis penggunaan lahan merupakan bagian dari pengelolaan
lahan itu sendiri. Dengan adanya perubahan yang terus menerus tersebut berarti
pemantauan dan analisis penggunaan lahan juga harus dilakukan secara kontinyu
dan berkesinambungan. Hal ini berarti membutuhkan sebuah sistem yang dapat
melakukan tugas ini secara terus menerus. Dengan demikian peril dikembangkan
sebuah sistem pemantauan dan analisis penggunaan lahan yang hemat, sederhana
dan efisien.
Proses analisis spasial yang ditujukan untuk analisis penggunaan lahan pada
saat ini banyak dilakukan dengan menggunakan program pengolah data spasial.
Salah satu program pengolah data spasial tersebut adalah arc view GIS dan arc
info. Proses perolehan informAsi perubahan penggunaan lahan dilakukan dengan
membandingkan dua atau lebih peta pengunaan lahan dengan tahun yang berbeda.
Hasil perbandingan tersebut memberikan informasi ada atau tidaknya perubahan
penggunaan lahan.
b.
Penggunaan Lahan dalam Satuan Persil
Penggunaan lahan sering disalah artikan
dengan fasilitas, sebagai contoh tata guna lahan perdagangan atau komersial
sering disamakan dengan fasilitas pasar atau pertokoan, padaha kedua istilah
ini berbeda. Seperti sudah dijelaskan di atas, penggunaan lahan mengarah pada bentang
tanah yang ditetapkan memiliki fungsi tertentu. Secara fisik sudah tentu berupa
ruangyang dibatasi oleh batas kepemilikan atau pengelolaan lahan. Sementara
itu, fasilitas adalah unitpelayanan yang memiliki fungsi tertentu dan biasanya
secara fisik berupa bangunan. Dengandemikian, sebentang lahan dengan peruntukan
kegiatan jasa (guna lahan jasa), di atasnya dapat dibangun beberapa fasilitas
antara lain kantor, sekolah, puskesmas dan lain sebagainya.
Penggunaan
lahan terjadi pada berbagai skala pemetaan. Pemanfaatan lahan dengan melihat
hak perorangan dilakukan pada lahan dalam satuan persil. Menurut RUU tentang
pokok-pokok bina kota (1) tahun 1970, persil merupakan sebidang tanah yang
dibebani sesuatu hak perorangan atau badan hukum (Soedjono, 1978). Dalam hal
ini lahan dipandang berdasar pada hak pemilikan seseorang atas lahan. Atribut
pokok yang melekat pada lahan tersebut adalah siapa yang berhak atas lahan
tersebut.
Pada
lahan-lahan dalam satuan persil, pengunaan lahan oleh masyarakat terkait dengn
adanya hak atas lahan tersebut. Dalam Undang-Undang Pokok Agraria disebutkan
beberapa jenis hak yang berlaku atas suatu lahan. Hak-hak atas lahan yang
dimaksud adalah sebagai berikut:
1.
hak milik
2.
hak guna
usaha
3.
hak guna
bangunan
4.
hak pakai
5.
hak sewa
6.
hak membuka
tanah
7.
hak memungut
hasil hutan. (pasal 16 UUPA tahun 1960 dalam Boedi Harsono, 1981)
Masing-masing
bidang lahan memiliki status hak yang dipegang oleh individu, keluarga, atau
sekelompok masyarakat. Suatu lahan tidak memiliki status hak ganda.
Masing-masing lahan hanya memiliki satu jenis status.
Selanjutnya
untuk mengatur hak-hak tersebut di atas perlu ditentukan mengenai batas-batas
luas penguasaan lahan pada suatu wilayah tertentu. Batas-batas tersebut berupa
batas maksimal atau batas minimal penguasaan lahan. Batas-batas maksimal atau
minimal tersebut merupakan batas-batas luas lahan yang boleh dikuasai oleh
individu atau kelompok masyarakat di wilayah tersebut (pasal 17 UUPA tahun 1960
dalam boedi harsono, 1981). Batas maksimal merupakan batas terluas dari suatu
lahan yang boleh dikuasai oleh satu individu, keluarga atau kelompok
masyarakat. Jika satu individu, keluarga atau masyarakat memimliki dengan luas
lebih dari batas maksimal yang ditentukan maka lahan tersebut harus dipecah dan
dikuasakan kepada individu, keluarga atau kelompok masyarakat lain. Batas
minimal adalah batas terkecil dari luas lahan yang boleh dikuasai oleh
individu, keluarga atau kelompok masyarakat. Dalam hal ini, lahan hanya boleh
dikuasai dengan luas lebih dari batas minimal tersebut. Jika terdapat individu,
keluarga, atau kelompok masyarakat yang memiliki hak penguasaan lahan dengan
luas kurang dari batas minimal, maka status penguasaan tersebut haruslah
dilakukan penggabungan dengan lahan lain. Penggabungan lahan ini dilakukan
sesuai dengan peraturan yang ditetapkan oleh pemerintah setempat.
Batas-batas
maksimal atau minimal penguasaan lahan tidak sama pada satu wilayah dengan
wilayah lainnya. Penentuan batas-batas maksimal dan minimal ini tergantung pada
tingkat kepadatan penduduk, lokasi daerah, dan kepentingan daerah yang
ditetapkan oleh pemerintah setempat.
Pada umumnya
suatu ruang tertentu dapat digunakan untuk berbagai alternative kegiatan,
seperti pemukiman, industri, pertanian, dan sebagainya. Apabila suatu kegiatan
tertentu telah dilakukan di suatu ruang tertentu pada swaktu yang sama tidak
dapat dilakukan suatu kegiatan lain. Karena itu dapat terjadi persaingan,
bahkan konflik dalam pemanfaatan ruang antara berbagai macam kegiatan yang
dapat menghambat kelancaran kegiatan itu. Hak guna usaha, misalnya kegiatan
pertanian dapat terjadi tumpang tindih dengan kegiatan pertambangan berdasarkan
hak kuasa pertambangan (daud, 2001).
Dinamika
pengunaan lahan sesuai dengan nilai kegiatan ekonomi pada suatu saat, seperti
dari hutan ke perladangan, dari perladangan ke perkebunan, dari perkebunan ke
persawahan, dari persawahan ke perumahan dan seterusnya (brahmana, 2002). Lahan
memiliki nilai ekonomis yang dipengaruhi oleh lingkungan pada lokasi lahan
tersebut. Pada daerah perkotaan nilai ekonomis lahan dikaitkan dengan kemudahan
aksesibilitas mencapai lahan tersebut. Dengan demikian lahan-lahan yang berada
pada tepi jalan akan memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi dibandingkan
lahan-lahan yang berada jauh dari jalan. Faktor lain adalah jauh dekatnya lahan
dengan pusat-pusat kegiatan seperti pusat pemerintahan, pasar, sekolah, dan
sarana kesehatan. Pada daerah pedesaan, factor utama penentu nilai ekonomis
lahan adalah tingkat kesuburan tanah pada lahan tersebut. Dengan demikian nilai
lahan dapat bernilai rendah bila kesuburannya rendah, tetapi dapat pula menjadi
tinggi apabila letaknya strategis untuk maksud-maksud ekonomi non pertanian
(hadi sabari yunus, 2001).
Pemilihan penggunaan
lahan oleh pemilik lahan sering dipengaruhi oleh nilai ekonomis lahan tersebut.
Lahan yang memiliki nilai ekonomis tinggi cenderung akan digunakan untuk
berbagai penggunaan yang berkaitan dengan kegiatan ekonomis seperti perdagangan
dan jasa. Sedangkan lahan yang memiliki nilai ekonomis rendah cenderung akan
digunakan sebagai lahan permukiman.
Proses
perubahan pengunaan lahan atau dalam skala persil disebut dengan konversi lahan
mempunyai dua bentuk, yaitu bentuk formal dan bentuk informal. Bentuk formal
adalah konversi lahan pedesaan yang dilakukan secara teratur dan formal oleh
pemerintah. Bentuk konversi informal adalah bentuk perubahan penggunaan lahan
oleh individu atau orang-orang pemilik lahan tersebut dengan sendiri-sendiri
tanpa pengawasan oleh pemerintah. Bentuk konversi lahan secara formal merupakan
bentuk yang secara ideal dapat mengarahkan penataan pembangunan fisik yang
terencana dan terkendali. Konversi lahan secara informal dapat memunculkan
perkembangan fisik kota yang tidak teratur dan mahalnya biaya pembangunan
infrastruktur kota . Konversi lahan secara informal banyak terjadi dalam
masyarakat pada Negara sedang berkembang seperti Indonesia (Achmad, 1999).
Konversi
lahan secara faktual memunculkan bentuk perubahan sebagai berikut:
Ø Perubahan pemilik lahan dengan tanpa diikuti perubahan pengunaan lahannya.
Ø Perubahan pemilik lahan dengan diikuti perubahan penggunaan lahannya.
Ø Perubahan pemilik lahan dengan diikuti perubahan penggunaan lahan pada
sebagian lahan tersebut.
Ø Tidak terjadi perubahan pemilik lahan tetapi terjadi perubahan penggunaan
pada lahan tersebut.
Dari perubahan proses tersebut, dapat ditarik dasar perubahan adalah pada
atribut pemililkan dan penggunaan atas lahan tersebut. Desa merupakan suatu
lokasi di pedesaan dengan kondisi lahan sangat heterogen dan topografi yang
beraneka ragam. Pola tata ruangnya sangatlah tergantung pada topografi yang
ada. Pola tata ruang merupakan pemanfaatan ruang atau lahan di desa untuk
keperluan tertentu sehingga tidak terjadi tumpang tindih dan berguna bagi
kelangsungan hidup penduduknya.
Kawasan
pedesaan memiliki karakteristik yang berbeda dengan kawasan perkotaan. Menurut
UU nomor 26 tahun 2007 dan Peraturan Menteri PU nomor 41 tahun 2007, kawasan
pedesaanadalah wilayah yang memiliki kegiatan utama pertanian (agraria)
termasuk pengelolaansumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai
tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan
kegiatan ekonomi. Berbeda dengan kawasan perkotaan yang didominasi oleh
kegiatan bukan pertanian. Berikut ini akan dijelaskan penggunaan lahan yang
secara umum ada di kawasan pedesaan dan perkotaan
o Penggunaan
Lahan Pedesaan
Lahan pedesaan sebagian besar
dimanfaatkan untuk kegiatan sektor pertambangan danagraria, seperti pertanian,
perkebunan, peternakan dan perikanan. Sesuai dengan karakteristik aktivitasnya,
penggunaan lahan di kawasan pedesaan cenderung mempergunakan unit lahanyang
luas dengan intensitas penggunaan yang rendah, artinya cenderung bukan lahan
terbangun.
Klasifikasi lahan pada kawasan
pedesaan ada beberapa jenis (Sadyohutomo, 2006: 46), antara
lain
:
ü Perkampungan,
adalah kawasan yang digunakan untuk tempat tinggal masyarakat secara tetap yang
meliputi bangunan dan pekarangannya.
ü Industri,
adalah kawasan yang dipergunakan untuk kegiatan ekonomi pengolahan bahanbahan bau
menjadi barang setengah jadi atau barang jadi.
ü Pertambangan,
adalah kawasan yang dieksploitasi untuk pengambilan material bahan tambang baik
secara terbuka maupun tertutup.
ü Persawahan,
adalah kawasan pertanian yang terdiri dari petak-petak pematang dan digenangi
air secara periodik, ditanami padi dan dapat pula diselingi tanaman palawija,
tebu, tembakaudan tanaman semusim lainnya. Persawahan ini dapa diklasifikasikan
lagi menjadi sawah beririgasi , sawan non-irigasi dan sawah pasang surut.
ü Persawahan,
adalah kawasan pertanian yang terdiri dari petak-petak pematang dan digenangi air
secara periodik, ditanami padi dan dapat pula diselingi tanaman palawija, tebu,
tembakaudan tanaman semusim lainnya. Persawahan ini dapa diklasifikasikan lagi
menjadi sawah beririgasi , sawan non-irigasi dan sawah pasang surut.
ü Pertanian
tanah kering semusim, adalah areal tanah pertanian yang tidak pernah dialiri
air dan mayoritas ditanami tanaman umur pendek.
ü Perkebunan,
adalah kawasan yang ditanami satu jenis tanaman keras.
o
Pemanfaatan
lahan di desa dibedakan atas dua fungsi, yaitu:
1. Fungsi sosial adalah untuk perkampungan desa.
2. Fungsi ekonomi adalah dimanfaatkan untuk aktivitas ekonomi seperti , sawah,
perkebunan, pertanian dan peternakan
Dalam
penataan ruang desa maupun kota diperlukan empat komponen, yaitu :
1.
Sumberdaya
alam,
2.
Sumber daya manusia,
3.
IPTEK dan
4.
Spatial
(keruangan)
Pola tata
ruang desa pada umumnya sangat sederhana, letak rumah di kelilingi pekarangan
cukup luas, jarak antara rumah satu dengan lain cukup longgar, setiap rumah
mempunyai halaman, sawah dan ladang di luar perkampungan.
Pada desa
yang sudah berkembang pola tata guna lahan lebih teratur, yaitu adanya
perusahaan yang biasa mengolah sumberdaya desa, terdapat pasar tradisional,
tempat ibadah rapi, sarana dan prasarana pendidikan serta balai kesehatan.
Semakin maju daerah pedesaan, bentuk penataan ruang semakin teratur dan tertata
dengan baik.
Pola
persebaran dan pemukiman desa menurut R Bintarto (1977) sebagai berikut:
1.
Pola Radial
2.
Pola Tersebar
3.
Pola
memanjang sepanjang pantai
4.
Pola
memanjang sepanjang sungai
5.
Pola
memanjang sepanjang jalan
6.
Pola
memanjang sejajar dengan jalan kereta api
Bentuk dan
pola tata ruang kota, dalam penataannya tidak terlepas memperhatikan corak
kehidupan penduduk, karena penduduk kota sudah memiliki corak ragam kehidupan
yang heterogen, sehingga pola pola tataguna lahan untuk ruang di kota sudah
dirancang dengan baik terutama memperhatikan pengadaan sarana perkotaan dengan
baik dan terpadu yang meliputi :
1.
Penyediaan
air bersih
2.
Drainase yang baik
3.
Pengelolaan
sampah
4.
Sanitasi
lingkungan
5.
Perbaikan kampong
6.
Pemeliharaan
jalan kota
7.
Perbaikan
prasarana fungsi pasar.
o Penggunaan
Lahan Perkotaan
Secara
umum, pola penggunaan lahan perkotaan memiliki 3 ciri (Sadyohutomo,
2006:71),antara lain :
1. Pemanfaatannya
dengan intensitas yang tinggi yang disebabkan oleh populasi penduduk yang lebih
tinggi dari kawasan pedesaan. Dengan demikian, dalam pasar investasi tingkat permintaan
akan lahan juga tinggi dan nilai guna lahan kawasan perkotaan cenderung lebih tinggi
pula.
2. Adanya
keterkaitan yang erat antar unit-unit penggunaan tanah.
3. Ukuran
unit-unit penggunaan lahan didominasi luasan yang relatif kecil. Hal ini sangat
berbeda dengan kawasan pedesaan yang memungkinkan sebentang lahan yang luas
memiliki satu fungsi yang sama sehingga cocok untuk kegiatan budi daya agraria.
Secara
umum, klasifikasi penggunaan tanah pada kawasan perkotaan dapat dibagi menjadi
7 jenis (Sadyohutomo, 2006: 72) , antara lain :
a. Perumahan,
berupa kelompok rumah sebagai tempat tinggal lengkap dengan prasarana dan sarana
lingkungan.
b. Perdagangan,
berupa tempat transaksi barang da jasa yang secara fisik berupa bangunan pasar,
toko, pergudangan dan lain sebagainya.
c. Industri,
adalah kawasan untuk kegiatan proses pengolahan bahan-bahan baku menjadi barang
setangah jadi atau barang jadi.
d. Jasa,
berupa kegiatan pelayanan perkantoran pemerintah, semi komersial, kesehatan,
sosial, budaya dan pendidikan.
e. Taman,
adalah kawasan yang berfungsi sebagai ruang terbuka publik, hutan kota dan
taman kota.
f. Perairan,
adalah areal genangan atau aliran air permanen atau musiman yang terjadi secara
buatan dan alami.
g. Lahan
kosong, berupa lahan yang tidak dimanfaatkan
o Penggunaan
Lahan Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 41 tahun 2007
Sesuai
dengan amanat Undang Undang Penataan Ruang, tata laksana kegiatan perencanaan
tata ruang dilakukan dengan mempergunakan seperangkat pedoman teknis yang salah
satunya mengatur analisis dan klasifikasi penggunaan lahan untuk kawasan
pedesaan dan perkotaan.
Peraturan
Menteri PU nomor 41 tahun 2007 mengatur klasifikasi penggunaan lahan menjadi
dua kelompok besar, dengan penjelasan sebagai berikut :
1. Kawasan
lindung, adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup
sumber daya alam dan sumber daya buatan.
2. Kawasan
budidaya, adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya
manusia, dan sumber daya buatan
c.
Perencanaan Penggunaan Lahan
Perencanaan
peruntukan lahan untuk suatu fungsi tertentu dan besarnya volume kegiatan yang
diijinkan di atas suatu lahan akan berbeda-beda pada setiap daerah kota sesuai
dengan karakteristik kegiatan dan masalah yang berkaitan. Kenyataan ini
mengarahkan bagaimana seharusnya suatu daerah dikembangkan dan
didefinisikan secara baik. Peruntukan penggunaan ruang atau lahan suatu tempat
secara langsung disesuaikan dengan masalah-masalah yang terkait, dan bagaimana
seharusnya suatu daerah atau zona dikembangkan.
Shirvani
(1985:9) menyimpulkan bahwa tata guna lahan perlu mempertimbangkan dua hal,
yaitu pertimbangan segi umum dan aktifitas pejalan kaki (street level) yang
akan menciptakan lingkungan yang lebih manusiawi. Selanjutnya dia mencontohkan
dalam Urban Design Process, bahwa Kota Seattle dan Washington menggunakan
istilah Floor Area Districts, yang didasarkan atas tata guna lahan khusus dan
kondisi aksesibilitas di daerah tertentu, sehingga ketentuan mengenai tata guna
lahan dapat disesuaikan langsung dengan masalah bagaimana seharusnya suatu
daerah dikembangkan. Selanjutnya dikatakan bahwa land use planning merupakan
proses alokasi sumber daya yang dilakukan sedemikian rupa, sehingga manfaatnya
dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat kota secara luas. Perencanaan
ini berkaitan dengan land use policies yang akan menentukan hubungan antara
rencana (plan) dan kebijaksanaan (policy). Suatu rencana tata guna lahan (land
use plan) yang dibuat dalam kaitannya dengan land use policies akan menentukan
hubungan antara rencana (plan) dan policy (kebijaksanaan) akan menentukan
fungsi yang tepat dari suatu daerah tertentu.
Catanesse (1988 : 281),
mengatakan bahwa secara umum ada 4 (empat) kategori alat-alat perencanaan tata
guna lahan, untuk melaksanakan rencana, yaitu:
1. Penyediaan
fasilitas umum
Fasilitas umum
diselenggarakan terutama melalui program perbaikan modal dengan cara
melestarikan sejak dini menguasai lahan umum dan daerah milik jalan (damija).
2. Peraturan-peraturan
pembangunan
Ordonansi
yang mengatur pendaerahan (zoning), peraturan tentang pengaplingan, dan
ketentuan-ketentuan hukum lain mengenai pembangunan, merupakan jaminan agar
kegiatan pembangunan oleh sektor swasta mematuhi standar dan tidak menyimpang
dari rencana tata guna lahan.
3. Himbauan,
kepemimpinan dan koordinasi
Sekalipun
agak lebih informal dari pada program perbaikan modal atau peraturan-peraturan
pembangunan, hal ini dapat menjadi lebih efektif untuk menjamin agar
gagasan-gagasan, data-data, informasi dan risat mengenai pertumbuhan dan
perkembangan masyarakat daat masuk dalam pembuatan keputusan kalangan developer
swasta dan juga instansi pemerintah yang melayani kepentingan umum.
4.
Rencana tata guna lahan
Rencana
saja sebenarnya sudah merupakan alat untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan
serta saran-saran yang dikandungnya selama itu semua terbuka dan tidak basi
sebagai arahan yang secara terus-menerus untuk acuhan pengambilan keputusan
baik kalangan pemerintah maupun swasta. Suatu cara untuk melaksanakan hal itu
adalah dengan cara meninjau, menyusun dan mensyahkan kembali, rencana tersebut
dari waktu ke waktu. Cara lain adalah dengan menciptakan rangkaian
bekesinambungan antara rencana tersebut dengan perangkat-perangkat pelaksanaan
untuk mewujudkan rencana tersebut.
d. Proses
Perencanaan Tata Guna Lahan
Pada hakekatnya adalah pemanfaatan lahan untuk suatu peruntukan
tertentu. Permasalahan yang mungkin timbul dalam perencanaan suatu lahan adalah
permasalalah kesesuaian/ kecocokan lahan terhadap suatu peruntukan
tertentu.
o Kesesuaian
Kesesuaian
suatu lahan sangat ditentukan oleh faktor
lingkungannya seperti faktor kelerengan, iklim, jenis tanah dan batuan,tutupan
lahan, satwa liar, hidrologi dan lain sebagainya. Hal yang terpenting dalam
suatu perencanaan tataguna lahan adalah usulan lokasi serta tujuan peruntukannya.
1. Tahap Pertama adalah melakukan Survei
Pendahuluan atas data dasar yang meliputi studi pustaka,survey
lapangan,serta pekerjaan laboratorium guna menyusun dan memadukan data dasar kedalam
peta skala 1 : 25.000.
2. Tahap Kedua adalah melakukan Penilaian
Kapabilitas Lahan.
3. Tahap ketiga adalah menyiapkan Rencana lokasi dan tujuan dari peruntukan lahan.
Data yang harus disiapkan pada tahap persiapan dan inventarisasi terdiri
atas tiga bagian yaitu:
Ø Faktor lingkungan Alamiah
Faktor
lingkungan Alamiah terdiri atas:
1.
Topografi
secara ilmiah artinya adalah studi tentang bentuk permukaan
bumi
dan objek lain seperti planet,
satelit alami
(bulan
dan sebagainya), dan asteroid.
2.
Iklim adalah kondisi
rata-rata cuaca
berdasarkan waktu yang panjang untuk suatu lokasi di bumi atau planet lain..
Pengaruh posisi relatif matahari
terhadap suatu tempat di bumi menimbulkan musim,suatu
penciri yang membedakan iklim satu dari yang lain. Perbedaan iklim menghasilkan
beberapa sistem klasifikasi iklim.
3. Bencana alam adalah suatu peristiwa alam yang mengakibatkan dampak besar
bagi populasi manusia.Peristiwa
alam dapat berupa banjir, letusan gunung berapi, gempa bumi, tsunami, tanah longsor, badai salju, kekeringan, hujan es, gelombang panas, hurikan, badai tropis, taifun, tornado, kebakaran liar dan wabah penyakit.
4. Tanah adalah kumpulan tubuh
alam yang menduduki sebagian besar daratan planet bumi, yang mampu menumbuhkan
tanaman dan sebagai tempat mahluk hidup lainnya dalam melangsungkan
kehidupannya. Tanah mempunyai sifat yang mudah dipengaruhi oleh iklim, serta
jasad hidup yang bertindak terhadap bahan induk dalam jangka waktu tertentu.
5.
Drainase adalah
lengkungan atau saluran air di permukaan atau di bawah tanah, baik yang terbentuk
secara alami maupun dibuat oleh manusia. Dalam bahasa Indonesia, drainase
bisa merujuk pada parit di permukaan tanah atau gorong-gorong di
bawah tanah. Drainase berperan penting untuk mengatur suplai air demi
pencegahan banjir.
6.
Pantai
adalah sebuah bentuk geografis yang terdiri dari pasir,
dan terdapat di daerah pesisir laut.
Daerah pantai menjadi batas antara daratan dan perairan laut. Panjang garis
pantai ini diukur mengeliling seluruh pantai yang merupakan daerah teritorial
suatu negara.
Ø Faktor
Bangunan dan Aturan
Faktor bangunan dan aturan
terdiri atas:
1.
Transportasi
adalah perpindahan manusia atau barang dari satu tempat ke tempat lainnya
dengan menggunakan sebuah kendaraan yang digerakkan oleh manusia atau mesin.
Transportasi digunakan untuk memudahkan manusia dalam melakukan aktivitas
sehari-hari. Di negara maju, mereka biasanya menggunakan kereta bawah tanah (subway)
dan taksi. Penduduk di sana jarang yang mempunyai kendaraan pribadi karena
mereka sebagian besar menggunakan angkutan umum sebagai transportasi mereka.
Transportasi sendiri dibagi 3 yaitu, transportasi darat, laut, dan udara.
Transportasi udara merupakan transportasi yang membutuhkan banyak uang untuk
memakainya. Selain karena memiliki teknologi yang lebih canggih, transportasi
udara merupakan alat transportasi tercepat dibandingkan dengan alat
transportasi lainnya.
2.
Menurut Chapin dan Kaiser (1979, dalam
Priyandono,2001:5) kebutuhan penggunaan lahan dalam struktur tata ruang
kota/wilayah berkaitan dengan 3 sistem yang ada:
ü
Sistem kegiatan, manusia dan kelembagaannya untuk
memenuhi kebutuhannya yang berinteraksi dalam waktu dan ruang.
ü
Sistem pengembangan lahan yang berfokus untuk
kebutuhan manusia dalam aktivitas kehidupan.
ü Sistem
lingkungan berkaitan dengan kondisi biotik dan abiotik dengan air, udara dan
material.
3. Pemilikan
tanah diawali dengan menduduki suatu wilayah oleh suatu masyarakat adat yang
kemudian disebut dengan tanah komunal (tanah milik bersama).Dalam hubungan
dengan pemilikan tanah ini di dalam UUPA diartikan penguasaan atas tanah yang
didasarkan pada suatu hak dengan status hak milik, maka Pasal 20 UUPA,
ditentukan bahwa :
ü Hak
milik adalah hak atas tanah turun-temurun, terkuat dan terpenuh yang dapat
dipunyai orang atas tanah, dengan mengingat ketentuan dalam Pasal 6.
ü Hak
milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
Ø Faktor Sosial Ekonomi
Faktor
sosial ekonomi terdiri atas:
ü Populasi
atau universe adalah jumlah keseluruhan dari unit analisis yang ciri-cirinya
akan diduga (Mantra dan Kasto, 1989). Kuncoro menyebutkan (2003) populasi
adalah sekelompok elemen yang lengkap yang biasanya berupa orang, objek,
transaksi, atau kejadian dimana kita tertarik untuk mempelajarinya atau menjadi
objek penelitian.
ü
Rekreasi
merupakan aktivitas yang dilakukan oleh orang-orang secara sengaja sebagai kesenangan atau untuk kepuasan, umumnya
dalam waktu senggang. Rekreasi memiliki banyak bentuk aktivitas di mana pun
tergantung pada pilihan individual. Beberapa rekreasi bersifat pasif seperti
menonton televisi atau aktif seperti olahraga.
Data
dari hasil survei pada tahap persiapan harus disajikan dalam peta-peta tematik
yang terdiri atas:
1. Peta Topografi
Peta topografi adalah
jenis peta yang ditandai dengan skala besar dan detail, biasanya menggunakan garis kontur dalam pemetaan modern.
Sebuah peta topografi biasanya terdiri dari dua atau lebih peta yang tergabung
untuk membentuk keseluruhan peta. Sebuah garis kontur merupakan kombinasi dari
dua segmen garis yang berhubungan namun tidak berpotongan, ini merupakan titik
elevasi pada peta topografi.
Sebuah peta topografi
adalah representasi grafis secara rinci dan akurat mengenai keadaan alam di
suatu daratan.Penulis lain mendefinisikan peta topografi dengan membandingkan
mereka dengan jenis lain dari peta, mereka dibedakan dari skala kecil
"peta sorografi" yang mencakup daerah besar, "peta
planimetric" yang tidak menunjukkan elevasi, dan "peta tematik"
yang terfokus pada topik tertentu.
Karakteristik unik yang membedakan
peta topografi dari jenis peta lainnya adalah peta ini menunjukkan kontur
topografi atau bentuk tanah di samping fitur lainnya seperti jalan, sungai,
danau, dan lain-lain. Karena peta topografi menunjukkan kontur bentuk tanah,
maka peta jenis ini merupakan jenis peta yang paling cocok untuk kegiatan
outdoor dari peta kebanyakan.
2. Peta Vegetasi
Hutan Tropis di Indonesia mempunyai
variasi jenis yang dapat menghasilkan Oksigen dan berguna sebagai paru-paru
dunia. Penyajian atlas ini memberikan informasi persebaran vegetasi di
Indonesia dalam skala 1:1.000.000.
3. Peta Geologi
Peta
geologi adalah bentuk ungkapan data dan informasi geologi suatu daerah / wilayah
/ kawasan dengan tingkat kualitas yang tergantung pada skala peta yang digunakan
dan menggambarkan informasi sebaran, jenis dan sifat batuan,umur,stratigrafi,
struktur, tektonika, fisiografi dan potensi sumber daya mineral serta energi yang
disajikan dalam bentuk gambar dengan warna, simbol dan corak atau gabungan
ketiganya.
Peta geologi pada dasarnya merupakan
suatu sarana untuk menggambarkan tubuh batuan, penyebaran batuan, kedudukan
unsur struktur geologi dan hubungan antar satuan batuan serta merangkum
berbagai data lainnya. Peta geologi juga merupakan gambaran teknis dari
permukaan bumi dan sebagian bawah permukaan yang mempunyai arah, unsur-unsurnya
yang merupakan gambaran geologi, dinyatakan sebagai garis yang mempunyai
kedudukan yang pasti.
Peta geologi dibuat
berlandaskan dasar dan tujuan ilmiah dimana memanfaatan lahan, air dan
sumberdaya ditentukan atas dasar peta geologi. Peta geologi menyajikan sebaran
dari batuan dan tanah di permukaan atau dekat permukaan bumi, yang merupakan
penyajian ilmiah yang paling baik yang menghasilkan informasi yang dibutuhkan
oleh para pengambil keputusan untuk mengidentifikasi dan mencegah sumberdaya
yang bernilai dari resiko bencana alam dan menetapkan kebijakan dalam
pemanfaatan lahan.
4. Peta Tanah
Peta tanah adalah sebuah peta
yang menggambarkan variasi dan persebaran berbagai jenis tanah
atau sifat-sifat tanah (seperti pH, tekstur, kadar organik, kedalaman, dan
sebagainya) di suatu area. Peta tanah merupakan hasil dari survey tanah
dan digunakan untuk evaluasi sumber daya lahan, pemetaan ruang, perluasan lahan
pertanian, konservasi, dan sebagainya.Dalam
peta tanah, terdapat data primer yang merupakan hasil dari pengukuran langsung
di lapangan dan data sekunder merupakan hasil dari perhitungan dan/atau
perkiraan berdasarkan data yang didapatkan di lapangan. Contoh data sekunder
yaitu kapasitas produksi tanah, laju degradasi, dan sebagainya.
5. Peta Hidrologi
Peta
ini berisi tentang: jaringan sungai, danau, imbuhan air tanah, mata air (air
permukaan) dan cekungan air tanah, akuifer (air tanah). Data hidrologi dapat
diperoleh dari dinas/ Kementrian Lingkungan Hidup, Dinas PU Sumber Daya Air
(contoh peta hidrologi)
2.2 Sumber Daya Terbaharukan dan Tak Terbaharukan
A. Sumber Daya Terbaharukan
Energi tak terbarukan adalah
energi yang diperoleh dari sumber daya alam yang waktu
pembentukannya sampai jutaan tahun. Dikatakan tak terbarukan karena, apabila
sejumlah sumbernya dieksploitasikan, maka untuk mengganti sumber sejenis dengan
jumlah sama, baru mungkin atau belum pasti akan terjadi jutaan tahun yang akan
datang. Hal ini karena, disamping waktu terbentuknya yang sangat lama, cara
terbentuknya lingkungan tempat terkumpulkan bahan dasar sumber energi inipun
tergantung dari proses dan keadaan geologi saat itu.
Contoh dari Energi tak terbarukan
yang sangat dikenal, yaitu minyak bumi. Dari cara
terbentuknya, Minyak bumi atau minyak mentah merupakan senyawa hidrokarbon yang
berasal dari sisa-sisa kehidupan purbakala (fosil), baik berupa hewan, maupun
tumbuhan.
Dewasa ini di berbagai negara di
belahan dunia termasuk Indonesia, aktivitas
pencarian energi alternatif untuk menggantikan energi tak terbarukan tengah
digalakkan, biasanya dengan melakukan penelitian mengenai kandungan senyawa
kimiawi terhadap spesies tumbuhan
tertentu, dilanjutkan dengan berbagai proses percobaan, agar energi yang
dihasilkan setara dengan atau paling tidak, mendekati besarnya energi yang
diperoleh dari sumber energi tak terbarukan itu.
Jenis sumber energi terbarukan (renewable
energy) yang dimiliki Indonesia cukup banyak. Jika dikelola dan dimanfaatkan dengan
baik diyakini dapat menggantikan energi fosil. inilah daftar 8 sumber energi terbarukan di Indonesia yang dapat
dimanfaatkan.
1. Biofuel
Biofuel atau bahan bakar hayati
adalah sumber energi terbarukan berupa bahan bakar (baik padat, cair, dan gas) yang
dihasilkan dari bahan-bahan organik. Sumber biofuel adalah tanaman yang
memiliki kandungan gula tinggi (seperti sorgum dan tebu) dan tanaman yang
memiliki kandungan minyak nabati tinggi (seperti jarak, ganggang, dan kelapa
sawit).
2. Biomassa
Biomassa adalah jenis energi
terbarukan yang mengacu pada bahan biologis yang berasal dari organisme yang hidup
atau belum lama mati. Sumber biomassa antara lain bahan bakar kayu, limbah dan
alkohol. Pembangkit listrik biomassa di Indonesia seperti PLTBM Pulubala di
Gorontalo yang memanfaatkan tongkol jagung.
3. Panas Bumi
Energi panas bumi atau geothermal
adalah sumber energi terbarukan berupa energi thermal (panas) yang dihasilkan
dan disimpan di dalam bumi. Energi panas bumi diyakini cukup ekonomis,
berlimpah, berkelanjutan, dan ramah lingkungan. Namun pemanfaatannya masih
terkendala pada teknologi eksploitasi yang hanya dapat menjangkau di sekitar
lempeng tektonik. Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) yang dimiliki
Indonesia antara lain: PLTP Sibayak di Sumatera Utara, PLTP Salak (Jawa Barat),
PLTP Dieng (Jawa Tengah), dan PLTP Lahendong (Sulawesi Utara).
4. Air
Energi air
adalah salah satu alternatif bahan bakar fosil yang paling umum. Sumber energi
ini didapatkan dengan memanfaatkan energi potensial dan energi kinetik yang
dimiliki air. Sat ini, sekitar 20% konsumsi listrik dunia dipenuhi dari
Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA). Di Indonesia saja terdapat puluhan PLTA,
seperti : PLTA Singkarak (Sumatera Barat), PLTA Gajah Mungkur (Jawa Tengah),
PLTA Karangkates (Jawa Timur), PLTA Riam Kanan (Kalimantan Selatan), dan PLTA
Larona (Sulawesi Selatan).
B. Sumber Daya Tak Terbaharukan
Sumber daya tak terbaharukan adalah
energi yang diperoleh dari sumber daya alam yang waktu pembentukannya sampai
jutaan tahun.Dikatakan tak terbarukan karena apabila sejumlah sumbernya
dieksploitasikan maka untuk mengganti sumber sejenis dengan jumlah sama,baru
mungkin atau belum pasti terjadi jutaan tahun yang akan datang.Hal ini karena
,di samping terbentuknya yang sangat lama.
o Kategori
Sumber Daya tak Terbarukan
Sumber
daya tak terbarukan secara umum dapat dipisahkan menjadi dua kategori utama;
bahan bakar fosil dan bahan bakar nuklir.
Contoh
Sumber Daya tak Terbarukan
o Bahan Bakar Fosil
Bahan
bakar fosil yang berasal dari bahan organik yang telah terperangkap antara
lapisan sedimen dalam bumi selama jutaan tahun.Bahan organik, biasanya tanaman
yang telah membusuk dan dikompresi dari waktu ke waktu, meninggalkan apa yang
dikenal sebagai timbunan bahan bakar fosil.Timbunan ini, dan bahan yang
dihasilkan dari mereka, cenderung sangat mudah terbakar, membuat mereka sumber
energi yang ideal.Mereka sulit untuk mendapatkannya karena mereka biasanya
diambil melalui pengeboran atau pertambangan, namun jumlah bahan bakar fosil
yang dihasilkan sepadan dengan usaha yang dikeluarkan dengan energi yang mereka
hasilkan.
Ø Minyak
Mentah
Minyak
mentah adalah sumber daya yang tidak terbarukan yang terbentuk dalam bentuk
cair antara lapisan kerak bumi.Hal ini diambil dengan pengeboran jauh ke dalam
tanah dan memompa keluar cairan. Cairan tersebut kemudian disempurnakan dan
digunakan untuk membuat berbagai produk.Minyak mentah merupakan bahan bakar
yang sangat serbaguna dan digunakan untuk menghasilkan hal-hal seperti plastik,
perasa makanan buatan, minyak pemanas, bensin, diesel, bahan bakar jet, dan
propana.Tiga negara penghasil minyak top Rusia, Arab Saudi, dan Amerika
Serikat.
Ø Gas
Gas
alam berkumpul di bawah kerak bumi dan, seperti minyak mentah, harus dibor
untuk dan dipompa keluar.Metana dan etana adalah jenis yang paling umum dari
gas yang diperoleh melalui proses ini.
Gas
ini yang paling sering digunakan dalam pemanasan rumah serta oven gas dan
pemanggang.Rusia, Iran, dan Qatar adalah negara-negara dengan mencatat cadangan
gas alam terbesar.
Ø Batubara
Batubara
adalah yang terakhir dari bahan bakar fosil utama. Dibuat oleh dikompresi bahan
organik, itu padat seperti batu dan diperoleh melalui pertambangan.Dari semua
negara, Cina memproduksi batubara paling jauh.Menurut statistik Energi Dunia,
yang diterbitkan pada 2011 oleh BP, mereka menghasilkan yang mengejutkan 48.3%
(3.240 juta ton) batubara dunia pada tahun 2010, diikuti oleh Amerika Serikat
yang memproduksi hanya 14,8%.Batubara yang paling biasanya digunakan dalam
pemanasan rumah dan menjalankan pembangkit listrik.
BAB III
PENUTUP
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Indonesia
memiliki tata cara aturan penggunaan dalam berbagai pengolahan lahan,karena Indonesia adalah Negara yang memiliki wilayah yang cukup luas. Pengembangan
sistem informasi dan pemantauan sumberdaya sangat diperlukan dalam pembangunan.
Pengelolaan sumberdaya harus dilakukan secara efektif dan efisien. Berkaitan
dengan pembangunan sumberdaya alam dan lingkungan hidup, pemerintah telah
menentukan arah kebijakannya (UU RI No. 25 Tahun 2000 tentang program
pembangunan nasional tahun 2000-2004).
Dalam
pengolahaan serta proses lahan di wilayah Indonesia harus diberikaan suatu
kebijakan serta kerja sama antara masyarakat dan pemerintah.Agar,pengelolahan
lahan di wilayah Indonesia berhasil dengan baik,sesuai apa yang diharapkan
masyarakat selama ini.
3.2 Saran
Perlu adanya
perhitungan yang tepat guna meminimalisir segi-segi negatif dari pembangunan
kedepannya, pemahaman aspek-aspek kehidupan dan kebudayaan agar pembangunan
benar-benar berfungsi sebagai penunjang kehidupan manusia, pemenuhan sumber
daya manusia yang mampu dan professional serta memiliki ediologi dan beretikat
profesi yang mulia.
Semua itu
diharapkan mampu menciptakan pembangunan daerah yang selaras, serasi dan
seimbang bagi kehidupan manusia, alam dan lingkungan.
No comments:
Post a Comment