BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pada
umumnya bergantung pada keadaan lingkungan disekitarnya yaitu berupa sumber
daya alam yang dapat menunjang kehidupan sehari-hari. Sumber daya alam yang
utama bagi manusia adalah tanah,air,dan udara. Tanah meripakan tempat manusia
untuk melakukan berbagai kegiatan. Air sangat diperlukan oleh manusia sebagai
komponen terbesar dari tubuh manusia. Untuk menjaga keseimbangan, air sangat
dibutuhkan dengan jumlah yang cukup banyak dan memiliki kualitas yang baik. Selain
itu, udara merupakan sumber oksigen yang alami bagi pernapasan manusia.
Lingkungan yang sehat akan terwujud apabila manusia dan lingkungannya dalam
kondisi yang baik.
Krisis
lingkungan hidup yang dihadapi manusia modern merupakan akibat langsung dari
pengelolaan lingkungan hidup yang “nir-etik”. Artinya, manusia melakukan
pengelolaan sumber-sumber alam hampir tanpa peduli pada peran etika. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa krisis ekologis yang dihadapi umat manusia
berakar dalam krisis etika atau krisis moral. Umat manusia kurang peduli pada
norma-norma yang seharusnya dengan norma-norma ciptaan dan kepentingannya
sendiri. Manusia modern menghadapi alam hampir tanpa menggunakan hati nurani.
Alam begitu saja dieksploitasi dan dicemari tanpa merasa bersalah. Akibatnya
terjadi penurunan secara drastic kualitas sumber daya alam seperti lenyapnya
sebagian spesies dari muka bumi, yang diikuti pula penurunan kualitas alam.
Pencemaran dan kerusakan alam pun akhirnya mencuat sebagai masalah yang
mempengaruhi kehidupan sehari-hari.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah
yang dimaksud dengan etika lingkungan?
2. Apa-apa
sajakah model teori etika lingkungan ?
3. Bagaimanakah
prinsip-prinsip etika lingkungan hidup?
4. Bagaimanakah
yang dikatakan dengan etika baru lingkungan?
5. Apakah
yang dimaksud dengan kesadaran lingkungan ?
1.3
Tujuan
1. Mengetahui
pengertian etika lingkungan
2. Mengetahui
model teori etika lingkungan
3. Mengetahui
prinsip-prinsip etika lingkungan hidup
4. Mengetahui
cara menguraikan etika baru lingkungan
5. Mengetahui
pengertian kesadaran lingkungan
1.4
Sistematika Penulisan
Bab I berisi latar belakang
makalah,rumusan masalah, tujuan,dan sistematika penulisan.Bab II berisi tentang etika lingkungan, model
teori etika lingkungan, prinsip-prinsip etika lingkungan hidup, cara menguraikan
etika baru lingkungan, pengertian kesadaran lingkungan.Bab III berisi
kesimpulan dan saran.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Etika
Etika lingkungan berasal dari dua
kata, yaitu Etika dan Lingkungan. Etika berasal dari bahasa
yunani yaitu “Ethos” yang berarti adat istiadat atau kebiasaan. Ada tiga
teori mengenai pengertian etika, yaitu: etika Deontologi, etika Teologi, dan
etika Keutamaan. Etika Deontologi adalah suatu tindakan dinilai baik atau buruk
berdasarkan apakah tindakan itu sesuai atau tidak dengan kewajiban. Etika
Teologi adalah baik buruknya suatu tidakan berdasarkan tujuan atau akibat suatu
tindakan. Sedangkan etika Keutamaan adalah mengutamakan pengembangan karakter
moral pada diri setiap orang.
Lingkungan adalah segala sesuatu
yang ada disekitar manusia yang mempengaruhi kelangsungan kehidupan
kesejahteraan manusia dan makhluk hidup lain baik secara langsung maupun secara
tidak langsung.Jadi, etika lingkungan merupakan
kebijaksanaan moral manusia dalam bergaul dengan lingkungannya. Etika
lingkungan diperlukan agar setiap kegiatan yang menyangkut lingkungan
dipertimbangkan secara cermat sehingga keseimbangan lingkungan tetap terjaga.
Adapun hal-hal yang harus
dperhatikan sehubungan dengan penerapan etika lingkungan sebagai berikut :
a.
Manusia merupakan bagian dari lingkungan yang tidak
terpisahkan sehingga perlu menyayangi
semua kehidupan dan lingkungannya selain dirinya sendiri.
b.
Manusia sebagai bagian dari lingkungan, hendaknya
selalu berupaya untuk menjaga terhadap pelestarian, keseimbangan dan keindahan
alam.
c.
Lingkungan disediakan bukan untuk manusia saja,
melainkan juga untuk makhluk hidup lainnya.
Disamping itu, etika lingkungan
tidak hanya berbicara mengenai perilaku manusia terhadap alam, namun juga mengenai
relasi diantara semua kehidupan alam semesta, yaitu antara manusia dengan
manusia yang mempunyai dampak pada alam dan antara manusia dengan makhluk hidup
lain atau dengan alam secara keseluruhan.
Etika kehidupan ekonomi pun tidak hanya berpikir secara sosiologis-ekonomis, melainkan juga secara ekologis. Setidaknya ada dua unsur utama dalam mengusahakan etika lingkungan hidup yang ditawarkan oleh
Velasques (2005) yaitu etika ekologi dan etika konservasi sumber daya yang bisa habis.
1.Etika
ekologi ,menyadarkan
bahwa manusia bukanlah penguasa alam. Dalam hal ini perlu diubah sikap manusia
yang antroposentrik, yaitu meng-anggap bahwa hanya dirinya yang pantas menerima
pertimbangan moral. Akibatnya, semuanya yang di luar
manusia tidak berharga dan pantas dieksploitasi
tanpa kira-kira. Manusia harus menyadari adanya nilai intrinsik dalam tiap
unsur nonmanusia. Bagian-bagian lingkungan yang bukan manusia itu perlu dijaga, tidak masalah apakah hal tersebut menguntungkan manusia atau tidak.
2.Etika konservasi sumberdaya ,yang bisa habis mengacu pada penghematan
sumberdaya alam untuk digunakan di masa mendatang, disini mempertimbangkan kepentingan generasi yang akan datang. Setidaknya ada dua
macam kepedulian lingkungan, yaitu kepedulian lingkungan yang dangkal (shallow
ecology) dan kepedulian lingkungan yang dalam (deep ecology).
Kepedulian lingkungan yang dangkal
menunjukkan perhatian kepada kepentingan-kepentingan
yang sering diabaikan dalam ekonomi tra disional, pandangan ini menganggap alam
bernilai hanya sejauh ia bermanfaat bagi kepentingan manusia, dan bukan karena
alam bernilai pada dirinya sendiri. Pada kepedulian lingkungan yang dalam sudah
mempertimbangkan kepentingan generasi-generasi yang akan datang.
2.2
Model Teori Etika Lingkungan
Terdapat tiga model teori etika
lingkungan yaitu yang dikenal sebagau antroposentrisme, biosentrisme, dan
ekosentrisme. Etika lingkungan yang bercorak antroposentrisme merupakan sebuah
kesalahan cara pandang barat, yang bermula dari Aristoteles hingga
filsuf-filsuf modern, dimana perhatian utamanya menganggap bahwa etika hanya
berlaku bagi komunitas manusia. Maksudnya, dalam etika lingkungan, manusialah
yang dijadikan satu-satunya pusat pertimbangan dan dianggap relevan dalam
pertimbangan moral, yang dilihat dalam istilah Frankea sebagai satu-satunya
moral patient. Akibatnya, secara Theologis diupayakan agar dihasilkan akibat
baik sebanyak mungkin bagi spesies manusia dan dihindari sebanyak mungkin
akibat buruk bagi spesies itu. Etika
antroposentrisme ini dalam pandangan Anne Naes dikategorikan sebagai Shallow Ecologi (kepedulian
lingkungan yang dangkal). Cara pandang antroposentrisme, kini dikritik tajam
oleh etika biosentrisme dan ekosentrisme.
Bagi
biosentrime dan ekosentrisme, manusia tidak hanya dipandang sebagai mahluk
sosial. Manusia pertama-tama harus dipahami sebagai mahluk biologis, mahluk
ekologis. Dunia bukan sebagai kumpulan objek-objek terpisah, tetapi sebagai
suatu jaringan fenomena yangsaling
berhubungan dan saling tergantung satu sama lain secara fundamental. Etika
ini mengakui nilai intrinsik semua mahluk hidup dan memandang manusia tak lebih
dari suatu untain jaringan kehidupan.
Ekosentrisme
berkaitan dengan etika lingkungan yang lebih luas. Berbeda dengan biosentrisme
yang hanya memusatkan pada etika kehidupan seluruhnya. Ekosentrisme justru
memusatkan etika pada seluruh komunitas ekologis, baik yang hidup dan yang
tidak. Karena secara ekologis, makhluk hidup dan benda-benda abiotik lainnya
saling terkait satu sama lain. Oleh karenanya, kewajiban dan tanggung jawab
moral tidak hanya dibatasi pada makhluk hidup. Kewajiban dan tanggung jawab
moral yang sama juga berlaku terhadap semua realitas ekologis.
Antroposentrisme
adalah teori etika lingkungan yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem
alam semesta. Manusia dan kepentingannya dianggap yang paling menetukan dalam
tatanan ekosistem dan dalam kebijakan yang diambil dalam kaitan dengan alam,
baik secara langsung atau tidak langsung. Nilai tertinggi adalah manusia dan
kepentingannya. Hanya manusia yang mempunyai nilai dan mendapat perhatian.
Segala seuattu yang ada di alam semesta ini hanya akan mendapat nilai dan
perhatian sejauh menunjang dan demi kepentingan manusia. Oleh karenanya, alam
pun hanya dipandang sebagai objek, alat dan sarana dalam pemenuhan kebutuhan
dan kepentingan manusia. Alam hanya alat bagi pencapaian tujuan manusia, alam
tidak mempunyai nilai pada dirinya sendiri.
Bagi
biosentrisme, tidak benar bahwa hanya manusia yang mempunyai nilai. Alam juga
mempunyai nilai pada dirinya sendiri lepas dari kepentingan manusia. Ciri utama
etika ini adalah biosentrik, karena teori ini menganggap setiap kehidupan dan
makhluk hidup mempunyai nilai pada dirinya sendiri sehingga pantas mendapat
pertimbangan dan kepedulian moral. Alam diperlakukansecara moral terlepas
apakah dia bernilai bagi manusia atau tidak. Karena yang menjadi pusat
perhatian dan yang dibela teori ini adalah kehidupan secara moral, berlaku
prinsip bahwa setiap kehidupan di muka buli ini mempunyai nilai moral yang sama
sehingga harus dilindungi dan diselamatkan. Teori ini mendasarkan moralitas
pada keseluruhan kehidupan, entah pada manusia atau pada makhluk hidup lainnya.
1.
Antroposentrisme
Teori lingkungan ini memandang
manusia sebagai ini memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta.
Manusia dan kepentingannya dianggap yang paling menentukan dalam tatanan
ekosistem dan dalam kebijakan yang diambil dalam kaitan dengan islam, baik
secara langsung maupun secara tidak langsung. Nilai tertinggi adalah manusia
dan kepentingannya, yaitu: nilai dan prinsip moral hanya berlaku bagi manusia
dan etika hanya berlaku bagi manusia.
Antroposentrisme selain bersifat
amtroposentris, juga sangat instrumentalistik. Artinya pola hubungan manusia
dan alam di lihat hanya dalam relasi instrumental. Alam ini sebagai alat bagi
kepentingan manusia, sehingga apabila alam atau komponennya dinilai tidak
berguna bagi manusia maka alam akan diabaikan (bersifat egois).
Karena bersifat instrumentalik dan
egoism aka teori ini dianggap sebagai sebuah etika lingkungan yang dangkal dan
sempit (Shallow environmental ethics). Teori ini dianggap sebagai salah
satu penyebab, bahkan penyebab utama, dari krisis lingkungan yang terjadi.
Teori ini menyebabkan manusia mengeksploitasi dan menguras alam semesta demi
memenuhi kepentingan dan kebutuhan hidupnya dan tidak peduli terhadap alam.
2. Biosentrisme
Teori lingkungan ini memandang
setiap kehidupan dan makhluk hidup mempunyai nilai dan berharga pada dirinya
sendiri. Tidak hanya manusia yang mempunyai nilai, alam juga mempunyai nilai
pada dirinya sendiri lepas dari kepentingan manusia. Biosentrisme menolak
argument antroposentrisme, karena yang menjadi pusat perhatian dan yang dibela
oleh teori ini adalah kehidupan, secara moral berlaku prinsip bahwa setiap
kehidupan dimuka bumi ini mempunyai nilai moral yang sama sehingga harus
dilindungi dan diselamatkan.
Konsekuensinya alam semesta adalah
sebuah komunitas moral baik pada manusia maupun pada makhluk hidup lainnya.
Manusia maupun bukan manusia sama-sama memiliki nilao moral, dan kehidupan
makhluk hidup apapun panas dupertimbangkan secara serius dalam setiap keputusan
dan tindakan moral, bahkan lepas dari perhitungan untung-rugi bagi kepentingan
manusia.
3.
Ekosentris
Teori ini secara ekologis memandang
makgluk hidup (biotic) dan makhluk tak hidup (abiotik) lainnya saling terkait
satu sama lainnya. Etika diperluas untuk mencakup komunitas ekologis
seluruhnya, baik yang hidup maupun tidak. Kewajiban dan tanggung jawab moral
tidak hanya dibatasi pada makhluk hidup.
Salah satu versi ekosentrisme adalah
Deep Ecology. DE diperkenalkan oleh Arne Naess (filsuf Norwegia) tahun
1973 dalam artikelnya “The shallow and the Deep, Long range Ecological
Movement” A summary”. DE menurut suatu etika baru yang tidak berpusat pada
manusia, tetapi berpusat pada makhluk hidup seluruhnya dalam kaitannya dengan
upaya mengatasi persoalan lingkungan hidup.
4.
Zoosentrisme
Etika lingkunngan zoosentrisme
adalah etika yang menekankan perjuagan hak-hak binatang, karenanya etika ini
juga disebut etika pembebasan binatang. Tokoh bidang etika ini adalah Charles
Brich. Menurut etika ini, binatang mempunyai hak untuk menikmati kesenangan
karena mereka dapat merasa senang dan harus dicegah dari penderitaan. Sehingga
bagi para penganut etika ini, rasa senang dan penderitaan binatang dijadikan
salah satu standar modal. Menurut The Society for the Prevention of Cruelty
to Animals, perasaan senang dan menderita mewajibkan manusia secara moral
memperlakukan binatang dengan penuh belas kasih.
5.
Hak Asasi Alam
Makhluk hidup selain manusia tidak
memiliki hak pribadi, namun makhluk hidup membutuhkan ekosistem atau habitat
untuk hidup dan berkembang. Makhluk hidup seperti binatang dan tumbuhan juga
mempunyai hak, meskipun mereka tidak dapat bertindak yang berlandaskan
kewajiban. Mereka ada dan tercipta untuk kelestarian ala mini. Maka mereka juga
mempunyai hak untuk hidup. Hak itu harus dihormati berdasar prinsip nilai
instrinsik yang menyatakan bahwa setiap entitas sebagai anggota komunitas bumi
bernilai. Dengan demikian, pembabatan hutan secara tidak proporsional dan
penggunaan binatang sebagai objek eksperimen tidak dapat dibenarkan
2.3
Prinsip-Prinsip Etika Lingkungan Hidup
Prinsip ini menjadi pegangan dan tuntutan bagi perilaku kita dalam
berhadapan dengan alam, baik perilaku terhadap alam secara langsung maupun perilaku terhadap sesama manusia yang berakibat
tertentu terhadap alam (Keraf, 2002):
(1) Sikap Hormat terhadap Alam (Respect for
Nature)
Pada dasarnya semua teori etika lingkungan mengakui bahwa alam semesta perlu untuk dihormati. Secara khusus sebagai pelaku moral, manusia
mem-punyai kewajiban moral untuk menghormati kehidupan, baik pada manusia maupun makhluk lain dalam komunitas ekologis seluruhnya. Hormat terhadap alam merupakan suatu prinsip dasar bagi manusia sebagai bagian dari alam semesta seluruhnya.
(2) Prinsip Tanggung Jawab (Moral
Responsibility for Nature)
Setiap bagian dan benda di alam semesta ini diciptakan oleh Tuhan dengan tujuannya masing-masing, terlepas dari apakah tujuan itu untuk kepentingan manusia atau tidak. Oleh karena itu, manusia sebagai bagian dari alam semesta bertanggungjawab pula untuk menjaganya.Tanggung jawab ini bukan saja bersifat individual tetapi juga kolektif. Kelestarian dan
kerusakan alam merupakan tanggungjawab bersama seluruh
umat manusia. Semua orang harus bisa bekerjasama bahu
membahu untuk menjaga dan meles-tarikan alam
dan mencegah serta memulihkan kerusakan alam, serta saling mengingatkan, melarang
dan menghukum siapa saja yang merusak alam.
(3) Solidaritas Kosmis (Cosmic Solidarity)
Dalam diri manusia timbul perasaan solider, senasib sepenanggungan dengan alam
dan sesama makhluk hidup lain. Prinsip ini bisa mendorong manusia untuk menyelamatkan lingkungan dan semua
kehidupan di alam ini. Prinsip ini
berfungsi sebagai pengendali moral untuk mengharmonisasikan manusia dengan ekosistemnya dan untuk mengontrol
perilaku manusia dalam batas-bats
keseimbangan kosmis. Solidaritas ini juga mendorong manusia untuk mengutuk dan menentang setiap
tindakan yang menyakitkan binatang
tertentu atau bahakn memusnakan spesies tertentu.
(4) Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulian (Caring for
Nature)
Prinsip ini tidak didasarkan pada pertimbangan kepentingan pribadi, tetapi
semata-mata demi kepentingan alam. Dengan semakin peduli terhadap alam, maka manusia menjadi semakin matang dengan identitas yang kuat.
(5) Prinsip ”No Harm”
Terdapat kewajiban, sikap solider dan kepedulian, paling tidak dengan tidak
melakukan
tindakan yang merugikan atau mengancam eksistensi makhluk hidup lain di alam semesta ini (no harm). Jadi
kewajiban dan tanggung jawab moral
dapat dinyatakan dengan merawat, melindungi, menjaga dan melestarikan alam, dan tidak melakukan tindakan
seperti membakar hutan dan membuang
limbah sembarangan.
(6) Prinsip
Hidup Sederhana dan Selaras dengan Alam
Prinsip ini menekankan pada nilai, kualitas, cara hidup yang baik, bukan menekankan pada sikap rakus dan tamak. Ada batas untuk hidup secara layak sebagai manusia, yang selaras dengan alam.
(7) Prinsip Keadilan
Prinsip ini menekankan bahwa terdapat akses yang sama bagi semua kelompok dan anggota masyarakat untuk ikut dalam menentukan kebijakan pengelplaan
dan pelestarian serta pemanfaatan sumber daya alam.Dalam prinsip ini kita perlu memerhatikan kepentingan masyarakat adat secara lebih khusus, karena dalam segi
pemanfaatan sumber daya alam dibandingkan dengan masyarakat modern akan kalah
dari segi permodalan, teknologi,
informasi dan sebagainya, sehingga kepentingan masyarakat sangat rentan dan terancam.
(8) Prinsip Demokrasi
Prinsip ini terkait erat dengan hakikat alam, yaitu keanekaragaman dan pluralitas. Demokrasi memberi tempat seluas-luasnya bagi perbedaan, keanekaragaman
dan pluraritas.
Prinsip ini
sangat relevan dengan pengam-bilan kebijakan
di bidang lingkungan, dan memberikan garansi bagi kebijakan yang pro
lingkungan hidup.
Dalam prinsip ini tercakup beberapa
prinsip moral lainnya, yaitu:
a.
Demokrasi
menjamin adanya keanekaragaman dan pluralitas yang memungkinkan nilai lingkungan hidup mendapat tempat untuk diperjuangkan
sebagai agenda politik dan ekonomi yang sama pentingnya dengan agenda lain.
b.
Demokrasi menjamin kebebasan
dalam mengeluarkan pendapat dan memperjuangkan
nilai yang dianut oleh setiap orang dan kelompok masyarakat
dalam bingkai kepentingan bersama.
c.
Demokrasi menjamin
setiap orang dan kelompok
masyarakat ikut berpartisipasi dalam menentukan kebijakan publik dan memperoleh manfaatnya.
d.
Demokrasi menjamin sifat
transparansi.
e.
Adanya akuntabilitas publik.
(9) Prinsip Integritas Moral
Prinsip ini terutama untuk pejabat publik, agar mempunyai sikap dan perilaku moral yang terhormat serta memegang teguh prinsip-prinsip moral yang mengamankan kepentingan publik, untuk menjamin kepentingan di bidang lingkungan.
Sedangkan para penganut deep
ecology menganut delapan prinsip, diantaranya
yaitu:
1.
Kesejahteraan dan keadaan baik
dari kehidupan manusiawi ataupun bukan di bumi
mempunyai nilai intrinsik.
2.
Kekayaan dan keanekaragaman
bentuk-bentuk hidup menyumbangkan kepada terwujudnya nilai-nilai ini dan
merupakan nilai-nilai sendiri.
3.
Manusia tidak berhak mengurangi
kekayaan dan keanekaragaman ini, kecuali untuk
memenuhi kebutuhan vitalnya.
4.
Keadaan baik dari kehidupan dan
kebudayaan manusia dapat dicocok-kan dengan dikuranginya secara
substansial jumlah penduduk.
5.
Campur tangan manusia dengan dunia bukan manusia kini
terlalu besar
6.
Kebijakan umum harus dirubah, yang
menyangkut struktur-struktur dasar di bidang ekonomis,
teknologis, dan ideologis.
7.
Perubahan ideologis
terutama menghargai kualitas
kehidupan dan bukan berpegang pada standar hidup yang semakin tinggi.
8.
Mereka yang ifltjiyetujui
buur-butir sebelumnya berkewajiban secara langsung dan tidak iangsung untuk
berusaha mengadakan perubahan-perubahan yang perlu.
Prinsip-prinsip
etika lingkungan perlu diupayakan dan diimplemen-tasikan dalam kehidupan manusia karena krisis, persoalan ekologi dan bencana
aiam yang terjadi pada dasamya diakibatkan oleh pemahaman yang salah.
Yaitu bahwa alam
adalah obyek yang
boleh diberlakukan dan dieksploitasi sekehendak kita.Pola pembangunan yang berlangsung saat ini perlu
diubah dan diimplementasikan secara jelas. Aspek pembangunan tidak
semata-mata hanya pemenuhan kebutuhan aspek
ekonomi namun juga perlu memberikan bobot yang setara pada aspek-aspek sosial, budaya dan lingkungan. Kerusakan yang
terjadi pada masa sekarang, tidak hanya dirasakan oleh kita sekarang ini, namun
juga akan dirasakan pula oleh generasi yang akan datang. Pembangunan yang dilakukan harus merupakan
pembangunan membumi yang selalu
selaras dengan keseimbangan alam. Pembangunan membumi dapat dikatakan identik
dengan pembangunan yang berkelanjutan yang
berwawasan lingkungan.
2.4 Etika Baru Lingkungan
Sebagai makhluk, kedudukan manusia
adalah bagian dari kosmos (alam semesta). Oleh sebab itu keberadaanya tidak
pernah lepas dan selalu dipengaruhi oleh lingkungan alam sekitarnya
(Jalaludin,2003:32). Kondisi yang demikian menuntutnya untuk dapat menyesuaikan
dengan kondisi dan perkembangan alam disekitarnya agar dapat berkembang dan
hidup dengan baik dan normal (Ahnad dan Uhbiyati,2001:217). Hubungan manusia
dengan alam sebagaibagian dari ekosistem bersifat holistic, sebab: satu, segala
sesuatu itu saling berhubungan. Dua, keseluruhan lebih dari pada penjumlahan
bagian-bagian. Tiga, makna tergantung pada konteksnya, sebagai lawan dari
“independensi konteks” dari “mekanisme”. Empat, merupakan proses untuk
mengetahui bagian-bagian. Dan lima, alam manusia dan alam non manusia adalah
satu (J.Sudriyanto dan Santoso,2000:72).
Maka dari itu, masalah lingkungan
alam adalah masalah yang paling berpengaruh (penting) bagi keberlangsungan
hidup manusia. Sehingga menuntut perhatian dan perlakuan khusus dari semua
pihak, baik dalam konteks pemanfaatannya maupun dalam pelestariaannya.
Yang dimaksudkan dengan prinsip moral hidup sederhana dan selarasdengan alam
adalah kualitas, cara hidup yang baik. Yang ditekankan adalah tidak rakus dan tamak dalam mengumpulkan harta dan
memiliki sebanyak- banyaknya.Prinsip ini penting, karena krisis
ekologis sejauh ini terjadi karena pandangan antroposentrisme yang hanya
melihat alam sebagai objek eksploitasi dan pemuas kepentingan hidup
manusia. Selain itu, pola dan gaya hidup manusia
modern konsumtif, tamak dan rakus. Tentu saja tidak berarti bahwa manusia
tidak boleh memanfaatkan alam untuk kepentingannya. Kalau manusia memahami
dirinya sebagai bagian integral dari alam, ia harus memanfaatkan alam itu
secara secukupnya. Ini berarti, pola konsumtif dan produksi manusia modern
harus dibatasi. Harus ada titik batas yang bisaditolerir oleh alam.
2.5
Kesadaran Lingkungan
Neolaka (1991), menyatakan bahwa kesadaran
lingkungan adalah keadaan tergugahnya jiwa terhadap sesuatu, dalam hal ini
lingkungan hidup, dan dapat terlihat pada prilaku dan tindakan masing-masing
individu. Hussel yang dikutip Brawer (1986),
menyatakan bahwa kesadaran adalah pikiran sadar (pengetahuan) yang mengatur
akal, hidup wujud yang sadar, bagian dari sikap/prilaku, yang dilukiskan
sebagai gejala dalam alam dan harus dijelaskan berdasarkan prinsip sebab
musebab. Tindakan sebab, pikiran inilah menggugah jiwa untuk membuat pilihan,
misalnya memilih baik-buruk, indah-jelek.
Buletin Para Navigator (1988), menyatakan bahwa
kesadaran adalah modal utama bagi setiap orang yang ingin maju. Secara garis
besar sadar itu dapat diukur dari beberapa aspek antara lain :
1.
kemampuan membuka mata dan
menafsirkan apa yang dilihat
2.
kemampuan
aktivitas
3.
kemampuan
berbicara.
Jika
seseorang mampu melakukan ketiga aspek diatas secara terintegrasi maka dialah
yang disebut dengan sadar. Dari segi lain kesadaran adalah adanya hak dan
kemapuan kita untuk menolak melakukan keinginan orang lain atau sesuatu yang
diketahui buruk/tidak bermanfaat bagi dirinya.
Daniel
Chiras (Neolaka;2008) menyatakan bahwa dasar penyebab kesadaran lingkungan
adalah etika lingkungan. Etika lingkungan yang sampai saat ini berlaku adalah
etika lingkungan yang didasarkan pada sistem nilai yang mendudukkan manusia
bukan bagian dari alam, tetapi manusia sebagai penakluk dan pengatur alam.
Didalam pendidikan lingkungan hidup, konsep mental tentang manusia sebagai
penakluk alam perlu diubah menjadi manusia sebagai bagian dari alam.
Dalam kehidupan sehari-hari banyak kita jumpai anggota masyarakat yang tidak
peduli terhadap lingkungan seki‑tarnya, misalnya dengan membuang sampah
seenaknya di jalanan, atau meletakkan sampah di pinggir jalan seolah bukan
miliknya lagi.
Banyak yang
tidak menyadari bahwa pola kehidupan modern saat ini sangat mempengaruhi
lingkungan dan kondisi bumi secara keseluruhan. Kemakmuran yang semakin tinggi
telah memberikan fasilitas hidup semakin mudah melalui perkembangan teknologi.
Akibatnya penggunaan listrik terutama untuk keperluan rumah tangga menjadi
sangat besar dan terus menerus seperti lemari es, mesin cuci, komputer, AC,
audio dan sebagainya. Sedangkan kebiasaan shopping atau
memborong belanjaan menyebabkan bertumpuknya sampah kantong plastik, piring,
cangkir atau botol plastik, dan sebagainya.
Sering peraturan perundangan di‑buat terlambat
dan baru muncul setel‑ah terjadi sesuatu yang merugikan masyarakat. Di samping
itu peraturan yang sudah ada pelaksanaannya tidak tegas yang menyebabkan
peraturan‑ya menjadi mandul. Sebagai contoh banyak peraturan & perundangan
yang menyangkut Kehutanan baik menyangkut pelestarian, pemanfaatan dan
sebagainya, namun dalam pelaksanaannya masih tetap saja ribet dan pabaliut. Akhirnya
tetap saja penggundulan hutan berjalan terus, banjirpun dimana-mana.
2.6 Pendidikan Lingkungan Hidup
Sementara
itu secara khusus, kita sering menggunakan istilah lingkungan hidup untuk
menyebutkan segala sesuatu yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup segenap
makhluk hidup di bumi. Berdasarkan UU No. 23 Tahun 1997:
Unsur-unsur lingkungan hidup dapat
dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1.
Unsur Hayati (Biotik): Unsur hayati (biotik), yaitu
unsur lingkungan hidup yang terdiri dari makhluk hidup, seperti manusia, hewan,
tumbuh-tumbuhan, dan jasad renik. Jika kalian berada di kebun sekolah, maka
lingkungan hayatinya didominasi oleh tumbuhan. Tetapi jika berada di dalam
kelas, maka lingkungan hayati yang dominan adalah teman-teman atau sesama
manusia.
2.
Unsur Sosial Budaya: Unsur sosial budaya, yaitu
lingkungan sosial dan budaya yang dibuat manusia yang merupakan sistem nilai,
gagasan, dan keyakinan dalam perilaku sebagai makhluk sosial. Kehidupan
masyarakat dapat mencapai keteraturan berkat adanya sistem nilai dan norma yang
diakui dan ditaati oleh segenap anggota masyarakat.
3.
Unsur Fisik (Abiotik): Unsur fisik (abiotik), yaitu
unsur lingkungan hidup yang terdiri dari benda-benda tidak hidup, seperti
tanah, air, udara, iklim, dan lain-lain. Keberadaan lingkungan fisik sangat
besar peranannya bagi kelangsungan hidup segenap kehidupan di bumi. Bayangkan,
apa yang terjadi jika air tak ada lagi di muka bumi atau udara yang dipenuhi
asap? Tentu saja kehidupan di muka bumi tidak akan berlangsung secara wajar.
Akan terjadi bencana kekeringan, banyak hewan dan tumbuhan mati, perubahan
musim yang tidak teratur, munculnya berbagai penyakit, dan lain-lain.
Pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar, agar siswa
aktif mengembangkan seluruh potensinya, untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, yang diperlukan bagi
dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.Pendidikan Lingkungan Hidup merupakan
suatu bidang pembelajaran akademik yang memiliki definisi bahkan arti yang
sangat luas. Pendidikan pembelajaran tentang lingkungan hidup ini biasanya
mempelajari tentang interaksi antara manusia dengan lingkungan hidup alami di
sekitar mereka.
Lingkungan
Hidup adalah kesatuan ruang dengan ke semua benda, daya, keadaan, dan makhluk
hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan
perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.
Pendidikan
Lingkungan Hidup dikategorikan menjadi:
1. Pendidikan
Lingkungan Hidup Formal yaitu kegiatan pendidikan di bidang lingkungan hidup
yang diselenggarakan melalui sekolah yang terdiri atas pendidikan dasar,
menengah, dan tinggi yang dilakukan secara terstruktur dengan menggunakan
metode pendekatan kurikulum yang terintegrasi maupun kurikulum yang monolitik
atau tersendiri.
2. Pendidikan Lingkungan Hidup
Non-formal adalah kegiatan pendidikan di bidang lingkungan hidup yang dilakukan
di luar sekolah yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang,
misalnya AMDAL, ISO, dan PPNS.
PLH adalah
program pendidikan untuk membina anak didik agar memiliki pengertian,
kesadaran, sikap, dan perilaku yang rasional serta bertanggung jawa terhadap
alam dan terlaksananya pembangunan yang berkelanjutanPendidikan lingkungan
hidup (environmental education – EE) adalah suatu proses untuk membangun
populasi manusia di dunia yang sadar dan peduli terhadap lingkungan total
(keseluruhan) dan segala masalah yang berkaitan dengannya, dan masyarakat yang
memiliki keterampilan, sikap dan tingkah laku, motivasi serta komitmen untuk
bekerja sama, baik secara individu maupun secara kolektif, untuk dapat mencegah
timbulnya masalah baru (UN-Tbilisi, Georgia-USSR (1997) dalam Unesco, (1978)).
Persoalan
lingkungan hidup merupakan persoalan yang bersifat sistematik, kompleks, serta
memiliki cakupan yang luas. Oleh karena itu, materi atau isu yang diangkat
dalam penyelenggaraan kegiatan pendidikan lingkungan hidup yang sangat
beragam.Kehidupan adalah ciri yang membedakan objek yang memiliki isyarat dan
proses penopang diri (organisme hidup) dengan objek yang tidak memilikinya,
baik karena fungsi-fungsi tersebut telah mati atau karena mereka tidak memiliki
fungsi tersebut dan diklasifikasikan sebagai benda mati. Ilmu yang berkaitan
dengan studi tentang kehidupan adalah biologi.
Organisme
hidup mengalami metabolisme, mempertahankan homeostasis, memiliki kapasitas
untuk tumbuh, menanggapi rangsangan, bereproduksi, dan melalui seleksi alam
beradaptasi dengan lingkungan mereka dalam generasi berturut-turut. Organisme
hidup yang lebih kompleks dapat berkomunikasi melalui berbagai cara. Sebuah
susunan beragam dari organisme hidup (bentuk kehidupan) dapat ditemukan di
biosfer di bumi, dan sifat-sifat umum dari organisme ini tumbuhan, hewan,
fungi,protista, archaea, dan bakteri adalah bentuk sel berbasis karbon dan air,
dengan organisasi kompleks dan informasi genetik yang bisa diwariskan.
BAB
III
KESIMPULAN
3.1
Kesimpuln
Berdasarkan uraian bahasan “ Etika dan Lingkunngan “
dapat disimpulkan bahwa :
1.
Unsur etika lingkungan hidup yang ditawarkan oleh
velasques yaitu etika ekologi dan etika
konservasi sumberdaya.
2.
Masalah masalah yang ditimbulkan oleh lingkungan
adalah limbah beracun, efek rumah kaca, perusakan lapisan ozon, hujan asam,
penebangan hutan, pencemaran udara.
3.
Ada 3 teori lingkungan hidup yaitu teori
antroposentrisme, teori biosentrisme, teori ekosentrisme.
3.2 Saran
Bertolak dari pembahasan Etika dan Liongkungan
penyusun memberikan saran sebagai berikut :
1.
Dalam berbisnis hendaknya memperhatika lingkungan
sekitar.
2.
Pemanfaatan sumberdaya sumber daya alam harus
dimanfaatkan secara bijak dan penuh tanggung jawab sehingga tidak merusak kingkungan
sekitar.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Basuki. 2009. Lingkungan
Hidup. Jakarta : PN Balai
Pustaka
Hargrove,Eugene C. 1989.Etika Lingkungan Dasar.Prentice Hall:New Jersey,
Machfudz. 2001.Kesehatan
Lingkungan. Jogjakarta. Gajah Mada University Prees
Ruky, Achmad S. 2000. Menjadi Manajer
Internasional.Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Slamet, Julisuemira.2002. Kesehatan
Lingkungan. Jogjakarta. Gajah Mada University Prees
Soekidjo
N. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jaklarta. Rineka Citra
Soeriaatmadja,R.E. 2003.Ilmu Lingkungan.Bandung:ITB
No comments:
Post a Comment