Thursday, September 27, 2018

makalah lengkap linkungan hidup dan etika dalam lingkungan


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah
            Pada umumnya bergantung pada keadaan lingkungan disekitarnya yaitu berupa sumber daya alam yang dapat menunjang kehidupan sehari-hari. Sumber daya alam yang utama bagi manusia adalah tanah,air,dan udara. Tanah meripakan tempat manusia untuk melakukan berbagai kegiatan. Air sangat diperlukan oleh manusia sebagai komponen terbesar dari tubuh manusia. Untuk menjaga keseimbangan, air sangat dibutuhkan dengan jumlah yang cukup banyak dan memiliki kualitas yang baik. Selain itu, udara merupakan sumber oksigen yang alami bagi pernapasan manusia. Lingkungan yang sehat akan terwujud apabila manusia dan lingkungannya dalam kondisi yang baik.
            Krisis lingkungan hidup yang dihadapi manusia modern merupakan akibat langsung dari pengelolaan lingkungan hidup yang “nir-etik”. Artinya, manusia melakukan pengelolaan sumber-sumber alam hampir tanpa peduli pada peran etika. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa krisis ekologis yang dihadapi umat manusia berakar dalam krisis etika atau krisis moral. Umat manusia kurang peduli pada norma-norma yang seharusnya dengan norma-norma ciptaan dan kepentingannya sendiri. Manusia modern menghadapi alam hampir tanpa menggunakan hati nurani. Alam begitu saja dieksploitasi dan dicemari tanpa merasa bersalah. Akibatnya terjadi penurunan secara drastic kualitas sumber daya alam seperti lenyapnya sebagian spesies dari muka bumi, yang diikuti pula penurunan kualitas alam. Pencemaran dan kerusakan alam pun akhirnya mencuat sebagai masalah yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari.
1.2 Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan etika lingkungan?
2.      Apa-apa sajakah model teori etika lingkungan ?
3.      Bagaimanakah prinsip-prinsip etika lingkungan hidup?
4.      Bagaimanakah yang dikatakan dengan etika baru lingkungan?
5.      Apakah yang dimaksud dengan kesadaran lingkungan ?
1.3 Tujuan
1.      Mengetahui pengertian etika lingkungan
2.      Mengetahui model teori etika lingkungan
3.      Mengetahui prinsip-prinsip etika lingkungan hidup
4.      Mengetahui cara menguraikan etika baru lingkungan
5.      Mengetahui pengertian kesadaran lingkungan


1.4 Sistematika Penulisan
            Bab I berisi latar belakang makalah,rumusan masalah, tujuan,dan sistematika penulisan.Bab II berisi tentang etika lingkungan, model teori etika lingkungan, prinsip-prinsip etika lingkungan hidup, cara menguraikan etika baru lingkungan, pengertian kesadaran lingkungan.Bab III berisi kesimpulan dan saran.

























BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Etika
Etika lingkungan berasal dari dua kata, yaitu Etika dan Lingkungan. Etika berasal dari bahasa yunani yaitu “Ethos” yang berarti adat istiadat atau kebiasaan. Ada tiga teori mengenai pengertian etika, yaitu: etika Deontologi, etika Teologi, dan etika Keutamaan. Etika Deontologi adalah suatu tindakan dinilai baik atau buruk berdasarkan apakah tindakan itu sesuai atau tidak dengan kewajiban. Etika Teologi adalah baik buruknya suatu tidakan berdasarkan tujuan atau akibat suatu tindakan. Sedangkan etika Keutamaan adalah mengutamakan pengembangan karakter moral pada diri setiap orang.
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar manusia yang mempengaruhi kelangsungan kehidupan kesejahteraan manusia dan makhluk hidup lain baik secara langsung maupun secara tidak langsung.Jadi, etika lingkungan merupakan kebijaksanaan moral manusia dalam bergaul dengan lingkungannya. Etika lingkungan diperlukan agar setiap kegiatan yang menyangkut lingkungan dipertimbangkan secara cermat sehingga keseimbangan lingkungan tetap terjaga.
Adapun hal-hal yang harus dperhatikan sehubungan dengan penerapan etika lingkungan sebagai berikut :
a.       Manusia merupakan bagian dari lingkungan yang tidak terpisahkan sehingga perlu     menyayangi semua kehidupan dan lingkungannya selain dirinya sendiri.
b.      Manusia sebagai bagian dari lingkungan, hendaknya selalu berupaya untuk menjaga terhadap pelestarian, keseimbangan dan keindahan alam.
c.       Lingkungan disediakan bukan untuk manusia saja, melainkan juga untuk makhluk hidup lainnya.
            Disamping itu, etika lingkungan tidak hanya berbicara mengenai perilaku manusia terhadap alam, namun juga mengenai relasi diantara semua kehidupan alam semesta, yaitu antara manusia dengan manusia yang mempunyai dampak pada alam dan antara manusia dengan makhluk hidup lain atau dengan alam secara keseluruhan.
Etika kehidupan ekonomi pun tidak hanya berpikir secara sosiologis-ekonomis, melainkan juga secara ekologis. Setidaknya ada dua unsur utama dalam mengusahakan etika lingkungan hidup yang ditawarkan oleh Velasques (2005) yaitu etika ekologi dan etika konservasi sumber daya yang bisa habis.
1.Etika ekologi ,menyadarkan bahwa manusia bukanlah penguasa alam. Dalam hal ini perlu diubah sikap manusia yang antroposentrik, yaitu meng-anggap bahwa hanya dirinya yang pantas menerima pertimbangan moral. Akibatnya, semuanya yang di luar manusia tidak berharga dan pantas dieksploitasi tanpa kira-kira. Manusia harus menyadari adanya nilai intrinsik dalam tiap unsur nonmanusia. Bagian-bagian lingkungan yang bukan manu­sia itu perlu dijaga, tidak masalah apakah hal tersebut menguntungkan manusia atau tidak.
2.Etika konservasi sumberdaya ,yang bisa habis mengacu pada penghematan sumberdaya alam untuk digunakan di masa mendatang, disini mempertimbangkan kepentingan generasi yang akan datang. Setidaknya ada dua macam kepedulian lingkungan, yaitu kepedulian lingkungan yang dangkal (shallow ecology) dan kepedulian lingkungan yang dalam (deep ecology).
            Kepedulian lingkungan yang dangkal menunjukkan perhatian kepada kepentingan-kepentingan yang sering diabaikan dalam ekonomi tra disional, pandangan ini menganggap alam bernilai hanya sejauh ia bermanfaat bagi kepentingan manusia, dan bukan karena alam bernilai pada dirinya sendiri. Pada kepedulian lingkungan yang dalam sudah mempertimbangkan kepen­tingan generasi-generasi yang akan datang.

2.2  Model Teori Etika Lingkungan
            Terdapat tiga model teori etika lingkungan yaitu yang dikenal sebagau antroposentrisme, biosentrisme, dan ekosentrisme. Etika lingkungan yang bercorak antroposentrisme merupakan sebuah kesalahan cara pandang barat, yang bermula dari Aristoteles hingga filsuf-filsuf modern, dimana perhatian utamanya menganggap bahwa etika hanya berlaku bagi komunitas manusia. Maksudnya, dalam etika lingkungan, manusialah yang dijadikan satu-satunya pusat pertimbangan dan dianggap relevan dalam pertimbangan moral, yang dilihat dalam istilah Frankea sebagai satu-satunya moral patient. Akibatnya, secara Theologis diupayakan agar dihasilkan akibat baik sebanyak mungkin bagi spesies manusia dan dihindari sebanyak mungkin akibat buruk bagi spesies itu. Etika antroposentrisme ini dalam pandangan Anne Naes dikategorikan sebagai Shallow Ecologi  (kepedulian lingkungan yang dangkal). Cara pandang antroposentrisme, kini dikritik tajam oleh etika biosentrisme dan ekosentrisme.
            Bagi biosentrime dan ekosentrisme, manusia tidak hanya dipandang sebagai mahluk sosial. Manusia pertama-tama harus dipahami sebagai mahluk biologis, mahluk ekologis. Dunia bukan sebagai kumpulan objek-objek terpisah, tetapi sebagai suatu jaringan fenomena yangsaling berhubungan dan saling tergantung satu sama lain secara fundamental. Etika ini mengakui nilai intrinsik semua mahluk hidup dan memandang manusia tak lebih dari suatu untain jaringan kehidupan.
            Ekosentrisme berkaitan dengan etika lingkungan yang lebih luas. Berbeda dengan biosentrisme yang hanya memusatkan pada etika kehidupan seluruhnya. Ekosentrisme justru memusatkan etika pada seluruh komunitas ekologis, baik yang hidup dan yang tidak. Karena secara ekologis, makhluk hidup dan benda-benda abiotik lainnya saling terkait satu sama lain. Oleh karenanya, kewajiban dan tanggung jawab moral tidak hanya dibatasi pada makhluk hidup. Kewajiban dan tanggung jawab moral yang sama juga berlaku terhadap semua realitas ekologis.
            Antroposentrisme adalah teori etika lingkungan yang memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Manusia dan kepentingannya dianggap yang paling menetukan dalam tatanan ekosistem dan dalam kebijakan yang diambil dalam kaitan dengan alam, baik secara langsung atau tidak langsung. Nilai tertinggi adalah manusia dan kepentingannya. Hanya manusia yang mempunyai nilai dan mendapat perhatian. Segala seuattu yang ada di alam semesta ini hanya akan mendapat nilai dan perhatian sejauh menunjang dan demi kepentingan manusia. Oleh karenanya, alam pun hanya dipandang sebagai objek, alat dan sarana dalam pemenuhan kebutuhan dan kepentingan manusia. Alam hanya alat bagi pencapaian tujuan manusia, alam tidak mempunyai nilai pada dirinya sendiri.
            Bagi biosentrisme, tidak benar bahwa hanya manusia yang mempunyai nilai. Alam juga mempunyai nilai pada dirinya sendiri lepas dari kepentingan manusia. Ciri utama etika ini adalah biosentrik, karena teori ini menganggap setiap kehidupan dan makhluk hidup mempunyai nilai pada dirinya sendiri sehingga pantas mendapat pertimbangan dan kepedulian moral. Alam diperlakukansecara moral terlepas apakah dia bernilai bagi manusia atau tidak. Karena yang menjadi pusat perhatian dan yang dibela teori ini adalah kehidupan secara moral, berlaku prinsip bahwa setiap kehidupan di muka buli ini mempunyai nilai moral yang sama sehingga harus dilindungi dan diselamatkan. Teori ini mendasarkan moralitas pada keseluruhan kehidupan, entah pada manusia atau pada makhluk hidup lainnya.
      1.      Antroposentrisme
Teori lingkungan ini memandang manusia sebagai ini memandang manusia sebagai pusat dari sistem alam semesta. Manusia dan kepentingannya dianggap yang paling menentukan dalam tatanan ekosistem dan dalam kebijakan yang diambil dalam kaitan dengan islam, baik secara langsung maupun secara tidak langsung. Nilai tertinggi adalah manusia dan kepentingannya, yaitu: nilai dan prinsip moral hanya berlaku bagi manusia dan etika hanya berlaku bagi manusia.
Antroposentrisme selain bersifat amtroposentris, juga sangat instrumentalistik. Artinya pola hubungan manusia dan alam di lihat hanya dalam relasi instrumental. Alam ini sebagai alat bagi kepentingan manusia, sehingga apabila alam atau komponennya dinilai tidak berguna bagi manusia maka alam akan diabaikan (bersifat egois).
Karena bersifat instrumentalik dan egoism aka teori ini dianggap sebagai sebuah etika lingkungan yang dangkal dan sempit (Shallow environmental ethics). Teori ini dianggap sebagai salah satu penyebab, bahkan penyebab utama, dari krisis lingkungan yang terjadi. Teori ini menyebabkan manusia mengeksploitasi dan menguras alam semesta demi memenuhi kepentingan dan kebutuhan hidupnya dan tidak peduli terhadap alam.
2. Biosentrisme
Teori lingkungan ini memandang setiap kehidupan dan makhluk hidup mempunyai nilai dan berharga pada dirinya sendiri. Tidak hanya manusia yang mempunyai nilai, alam juga mempunyai nilai pada dirinya sendiri lepas dari kepentingan manusia. Biosentrisme menolak argument antroposentrisme, karena yang menjadi pusat perhatian dan yang dibela oleh teori ini adalah kehidupan, secara moral berlaku prinsip bahwa setiap kehidupan dimuka bumi ini mempunyai nilai moral yang sama sehingga harus dilindungi dan diselamatkan.
Konsekuensinya alam semesta adalah sebuah komunitas moral baik pada manusia maupun pada makhluk hidup lainnya. Manusia maupun bukan manusia sama-sama memiliki nilao moral, dan kehidupan makhluk hidup apapun panas dupertimbangkan secara serius dalam setiap keputusan dan tindakan moral, bahkan lepas dari perhitungan untung-rugi bagi kepentingan manusia.
      3.      Ekosentris
Teori ini secara ekologis memandang makgluk hidup (biotic) dan makhluk tak hidup (abiotik) lainnya saling terkait satu sama lainnya. Etika diperluas untuk mencakup komunitas ekologis seluruhnya, baik yang hidup maupun tidak. Kewajiban dan tanggung jawab moral tidak hanya dibatasi pada makhluk hidup.
Salah satu versi ekosentrisme adalah Deep Ecology. DE diperkenalkan oleh Arne Naess (filsuf Norwegia) tahun 1973 dalam artikelnya “The shallow and the Deep, Long range Ecological Movement” A summary”. DE menurut suatu etika baru yang tidak berpusat pada manusia, tetapi berpusat pada makhluk hidup seluruhnya dalam kaitannya dengan upaya mengatasi persoalan lingkungan hidup.
      4.      Zoosentrisme
Etika lingkunngan zoosentrisme adalah etika yang menekankan perjuagan hak-hak binatang, karenanya etika ini juga disebut etika pembebasan binatang. Tokoh bidang etika ini adalah Charles Brich. Menurut etika ini, binatang mempunyai hak untuk menikmati kesenangan karena mereka dapat merasa senang dan harus dicegah dari penderitaan. Sehingga bagi para penganut etika ini, rasa senang dan penderitaan binatang dijadikan salah satu standar modal. Menurut The Society for the Prevention of Cruelty to Animals, perasaan senang dan menderita mewajibkan manusia secara moral memperlakukan binatang dengan penuh belas kasih.
      5.      Hak Asasi Alam
            Makhluk hidup selain manusia tidak memiliki hak pribadi, namun makhluk hidup membutuhkan ekosistem atau habitat untuk hidup dan berkembang. Makhluk hidup seperti binatang dan tumbuhan juga mempunyai hak, meskipun mereka tidak dapat bertindak yang berlandaskan kewajiban. Mereka ada dan tercipta untuk kelestarian ala mini. Maka mereka juga mempunyai hak untuk hidup. Hak itu harus dihormati berdasar prinsip nilai instrinsik yang menyatakan bahwa setiap entitas sebagai anggota komunitas bumi bernilai. Dengan demikian, pembabatan hutan secara tidak proporsional dan penggunaan binatang sebagai objek eksperimen tidak dapat dibenarkan

2.3 Prinsip-Prinsip Etika Lingkungan Hidup
Prinsip ini menjadi pegangan dan tuntutan bagi perilaku kita dalam berhadapan dengan alam, baik perilaku terhadap alam secara langsung maupun perilaku terhadap sesama manusia yang berakibat tertentu terhadap alam (Keraf, 2002):
(1)  Sikap Hormat terhadap Alam (Respect for Nature)
Pada dasarnya semua teori etika lingkungan mengakui bahwa alam semesta perlu untuk dihormati. Secara khusus sebagai pelaku moral, manusia mem-punyai kewajiban moral untuk menghormati kehidupan, baik pada manusia maupun makhluk lain dalam komunitas ekologis seluruhnya. Hormat terhadap alam merupakan suatu prinsip dasar bagi manusia sebagai bagian dari alam semesta seluruhnya.
(2)  Prinsip Tanggung Jawab (Moral Responsibility for Nature)
Setiap bagian dan benda di alam semesta ini diciptakan oleh Tuhan dengan tujuannya masing-masing, terlepas dari apakah tujuan itu untuk kepentingan manusia atau tidak. Oleh karena itu, manusia sebagai bagian dari alam semesta bertanggungjawab pula untuk menjaganya.Tanggung jawab ini bukan saja bersifat individual tetapi juga kolektif. Kelestarian dan kerusakan alam merupakan tanggungjawab bersama seluruh umat manusia. Semua orang harus bisa bekerjasama bahu membahu untuk menjaga dan meles-tarikan alam dan mencegah serta memulihkan kerusakan alam, serta saling mengingatkan, melarang dan menghukum siapa saja yang merusak alam.
(3)  Solidaritas Kosmis (Cosmic Solidarity)
Dalam diri manusia timbul perasaan solider, senasib sepenanggungan dengan alam dan sesama makhluk hidup lain. Prinsip ini bisa mendorong manusia untuk menyelamatkan lingkungan dan semua kehidupan di alam ini. Prinsip ini berfungsi sebagai pengendali moral untuk mengharmonisasikan manusia dengan ekosistemnya dan untuk mengontrol perilaku manusia dalam batas-bats keseimbangan kosmis. Solidaritas ini juga mendorong manusia untuk mengutuk dan menentang setiap tindakan yang menyakitkan binatang tertentu atau bahakn memusnakan spesies tertentu.
(4)  Prinsip Kasih Sayang dan Kepedulian (Caring for Nature)
Prinsip ini tidak didasarkan pada pertimbangan kepentingan pribadi, tetapi semata-mata demi kepentingan alam. Dengan semakin peduli terhadap alam, maka manusia menjadi semakin matang dengan identitas yang kuat.
(5)  Prinsip ”No Harm”               
Terdapat kewajiban, sikap solider dan kepedulian, paling tidak dengan tidak melakukan tindakan yang merugikan atau mengancam eksistensi makhluk hidup lain di alam semesta ini (no harm). Jadi kewajiban dan tanggung jawab moral dapat dinyatakan dengan merawat, melindungi, menjaga dan melestarikan alam, dan tidak melakukan tindakan seperti membakar hutan dan membuang limbah sembarangan.
(6)  Prinsip Hidup Sederhana dan Selaras dengan Alam
Prinsip ini menekankan pada nilai, kualitas, cara hidup yang baik, bukan menekankan pada sikap rakus dan tamak. Ada batas untuk hidup secara layak sebagai manusia, yang selaras dengan alam.
 (7)  Prinsip Keadilan
Prinsip ini menekankan bahwa terdapat akses yang sama bagi semua kelompok dan anggota masyarakat untuk ikut dalam menentukan kebijakan pengelplaan dan pelestarian serta pemanfaatan sumber daya alam.Dalam prinsip ini kita perlu memerhatikan kepentingan masyarakat adat secara lebih khusus, karena dalam segi pemanfaatan sumber daya alam dibandingkan dengan masyarakat modern akan kalah dari segi permodalan, teknologi, informasi dan sebagainya, sehingga kepentingan masyarakat sangat rentan dan terancam.
(8)  Prinsip Demokrasi
Prinsip ini terkait erat dengan hakikat alam, yaitu keanekaragaman dan pluralitas. Demokrasi memberi tempat seluas-luasnya bagi perbedaan, keanekaragaman dan pluraritas.
Prinsip ini sangat relevan dengan pengam-bilan kebijakan di bidang lingkungan, dan memberikan garansi bagi kebijakan yang pro lingkungan hidup.
Dalam prinsip ini tercakup beberapa prinsip moral lainnya, yaitu:
a.        Demokrasi menjamin adanya keanekaragaman dan pluralitas yang memungkinkan nilai lingkungan hidup mendapat tempat untuk diperjuangkan sebagai agenda politik dan ekonomi yang sama pentingnya dengan agenda lain.
b.      Demokrasi menjamin kebebasan dalam mengeluarkan pendapat dan memperjuangkan nilai yang dianut oleh setiap orang dan kelompok masyarakat dalam bingkai kepentingan bersama.
c.       Demokrasi  menjamin  setiap  orang  dan kelompok  masyarakat  ikut berpartisipasi dalam menentukan kebijakan publik dan memperoleh manfaatnya.
d.      Demokrasi menjamin sifat transparansi.
e.       Adanya akuntabilitas publik.
(9)  Prinsip Integritas Moral
Prinsip ini terutama untuk pejabat publik, agar mempunyai sikap dan perilaku moral yang terhormat serta memegang teguh prinsip-prinsip moral yang mengamankan kepentingan publik, untuk menjamin kepentingan di bidang lingkungan.
            Sedangkan para penganut deep ecology menganut delapan prinsip, diantaranya yaitu:
1.      Kesejahteraan dan keadaan baik dari kehidupan manusiawi ataupun bukan di bumi mempunyai nilai intrinsik.
2.      Kekayaan dan keanekaragaman bentuk-bentuk hidup menyumbangkan kepada terwujudnya nilai-nilai ini dan merupakan nilai-nilai sendiri.
3.      Manusia tidak berhak mengurangi kekayaan dan keanekaragaman ini, kecuali untuk memenuhi kebutuhan vitalnya.
4.      Keadaan baik dari kehidupan dan kebudayaan manusia dapat dicocok-kan dengan dikuranginya secara substansial jumlah penduduk.
5.      Campur tangan manusia dengan dunia bukan manusia kini terlalu besar
6.      Kebijakan umum harus dirubah, yang menyangkut struktur-struktur dasar di bidang ekonomis, teknologis, dan ideologis.
7.      Perubahan  ideologis  terutama  menghargai  kualitas  kehidupan  dan bukan berpegang pada standar hidup yang semakin tinggi.
8.      Mereka yang ifltjiyetujui buur-butir sebelumnya berkewajiban secara langsung dan tidak iangsung untuk berusaha mengadakan perubahan-perubahan yang perlu.
Prinsip-prinsip etika lingkungan perlu diupayakan dan diimplemen-tasikan dalam kehidupan manusia karena krisis, persoalan ekologi dan bencana aiam yang terjadi pada dasamya diakibatkan oleh pemahaman yang salah.  Yaitu  bahwa  alam  adalah  obyek  yang  boleh  diberlakukan   dan dieksploitasi sekehendak kita.Pola pembangunan yang berlangsung saat ini perlu diubah dan diimplementasikan secara jelas. Aspek pembangunan tidak semata-mata hanya pemenuhan kebutuhan aspek ekonomi namun juga perlu memberikan bobot yang setara pada aspek-aspek sosial, budaya dan lingkungan. Kerusakan yang terjadi pada masa sekarang, tidak hanya dirasakan oleh kita sekarang ini, namun juga akan dirasakan pula oleh generasi yang akan datang. Pembangunan yang dilakukan harus merupakan pembangunan membumi yang selalu selaras dengan keseimbangan alam. Pembangunan membumi dapat dikatakan identik dengan pembangunan yang berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.
           
2.4  Etika Baru Lingkungan
Sebagai makhluk, kedudukan manusia adalah bagian dari kosmos (alam semesta). Oleh sebab itu keberadaanya tidak pernah lepas dan selalu dipengaruhi oleh lingkungan alam sekitarnya (Jalaludin,2003:32). Kondisi yang demikian menuntutnya untuk dapat menyesuaikan dengan kondisi dan perkembangan alam disekitarnya agar dapat berkembang dan hidup dengan baik dan normal (Ahnad dan Uhbiyati,2001:217). Hubungan manusia dengan alam sebagaibagian dari ekosistem bersifat holistic, sebab: satu, segala sesuatu itu saling berhubungan. Dua, keseluruhan lebih dari pada penjumlahan bagian-bagian. Tiga, makna tergantung pada konteksnya, sebagai lawan dari “independensi konteks” dari “mekanisme”. Empat, merupakan proses untuk mengetahui bagian-bagian. Dan lima, alam manusia dan alam non manusia adalah satu (J.Sudriyanto dan Santoso,2000:72).
Maka dari itu, masalah lingkungan alam adalah masalah yang paling berpengaruh (penting) bagi keberlangsungan hidup manusia. Sehingga menuntut perhatian dan perlakuan khusus dari semua pihak, baik dalam konteks pemanfaatannya maupun dalam pelestariaannya.

            Yang dimaksudkan dengan prinsip moral hidup sederhana dan selarasdengan alam adalah kualitas, cara hidup yang baik. Yang ditekankan adalah tidak rakus dan tamak dalam mengumpulkan harta dan memiliki sebanyak- banyaknya.Prinsip ini penting, karena krisis ekologis sejauh ini terjadi karena pandangan antroposentrisme yang hanya melihat alam sebagai objek eksploitasi dan pemuas kepentingan hidup manusia. Selain itu, pola dan gaya hidup manusia modern konsumtif, tamak dan rakus. Tentu saja tidak berarti bahwa manusia tidak boleh memanfaatkan alam untuk kepentingannya. Kalau manusia memahami dirinya sebagai bagian integral dari alam, ia harus memanfaatkan alam itu secara secukupnya. Ini berarti, pola konsumtif dan produksi manusia modern harus dibatasi. Harus ada titik batas yang bisaditolerir oleh alam.
2.5 Kesadaran Lingkungan
Neolaka (1991), menyatakan bahwa kesadaran lingkungan adalah keadaan tergugahnya jiwa terhadap sesuatu, dalam hal ini lingkungan hidup, dan dapat terlihat pada prilaku dan tindakan masing-masing individu.  Hussel yang dikutip Brawer (1986), menyatakan bahwa kesadaran adalah pikiran sadar (pengetahuan) yang mengatur akal, hidup wujud yang sadar, bagian dari sikap/prilaku, yang dilukiskan sebagai gejala dalam alam dan harus dijelaskan berdasarkan prinsip sebab musebab. Tindakan sebab, pikiran inilah menggugah jiwa untuk membuat pilihan, misalnya memilih baik-buruk, indah-jelek.
Buletin Para Navigator (1988), menyatakan bahwa kesadaran adalah modal utama bagi setiap orang yang ingin maju. Secara garis besar sadar itu dapat diukur dari beberapa aspek antara lain :
1.       kemampuan membuka mata dan menafsirkan apa yang dilihat
2.        kemampuan aktivitas
3.        kemampuan berbicara.
 Jika seseorang mampu melakukan ketiga aspek diatas secara terintegrasi maka dialah yang disebut dengan sadar. Dari segi lain kesadaran adalah adanya hak dan kemapuan kita untuk menolak melakukan keinginan orang lain atau sesuatu yang diketahui buruk/tidak bermanfaat bagi dirinya.
Daniel Chiras (Neolaka;2008) menyatakan bahwa dasar penyebab kesadaran lingkungan adalah etika lingkungan. Etika lingkungan yang sampai saat ini berlaku adalah etika lingkungan yang didasarkan pada sistem nilai yang mendudukkan manusia bukan bagian dari alam, tetapi manusia sebagai penakluk dan pengatur alam. Didalam pendidikan lingkungan hidup, konsep mental tentang manusia sebagai penakluk alam perlu diubah menjadi manusia sebagai bagian dari alam.

2.3       Kesadaran Lingkungan di Indonesia
            Dalam kehidupan sehari-hari banyak kita jumpai anggota masyarakat yang tidak peduli terhadap lingkungan seki‑­tarnya, misalnya dengan membuang sampah seenaknya di jalanan, atau meletakkan sampah di pinggir jalan seolah bukan miliknya lagi.
Banyak yang tidak menyadari bahwa pola kehidupan modern saat ini sangat mempengaruhi lingkungan dan kondisi bumi secara keseluruhan. Kemakmuran yang semakin tinggi telah memberikan fasilitas hidup semakin mudah melalui perkembangan teknologi. Akibatnya penggunaan listrik terutama untuk keperluan ­rumah tangga menjadi sangat besar dan terus menerus seperti lemari es, mesin cuci, komputer, AC, audio dan sebagainya. Sedangkan kebiasaan shopping atau memborong belanjaan menyebabkan bertumpuknya sampah kantong plastik, piring, cangkir atau botol plastik, dan sebagainya.
Sering peraturan perundangan di‑­buat terlambat dan baru muncul setel‑­ah terjadi sesuatu yang merugikan masyarakat. Di samping itu peraturan yang sudah ada pelaksanaannya tidak tegas yang menyebabkan peraturan‑­ya menjadi mandul. Sebagai contoh banyak peraturan & perundangan yang menyangkut Kehutanan baik menyangkut pelestarian, pemanfaatan dan sebagainya, namun dalam pelaksanaannya masih tetap saja ribet dan pabaliut. Akhirnya tetap saja penggundulan hutan berjalan terus, banjirpun dimana-mana.

2.6 Pendidikan Lingkungan Hidup
Sementara itu secara khusus, kita sering menggunakan istilah lingkungan hidup untuk menyebutkan segala sesuatu yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup segenap makhluk hidup di bumi. Berdasarkan UU No. 23 Tahun 1997:
Unsur-unsur lingkungan hidup dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1.      Unsur Hayati (Biotik): Unsur hayati (biotik), yaitu unsur lingkungan hidup yang terdiri dari makhluk hidup, seperti manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan jasad renik. Jika kalian berada di kebun sekolah, maka lingkungan hayatinya didominasi oleh tumbuhan. Tetapi jika berada di dalam kelas, maka lingkungan hayati yang dominan adalah teman-teman atau sesama manusia.
2.      Unsur Sosial Budaya: Unsur sosial budaya, yaitu lingkungan sosial dan budaya yang dibuat manusia yang merupakan sistem nilai, gagasan, dan keyakinan dalam perilaku sebagai makhluk sosial. Kehidupan masyarakat dapat mencapai keteraturan berkat adanya sistem nilai dan norma yang diakui dan ditaati oleh segenap anggota masyarakat.

3.      Unsur Fisik (Abiotik): Unsur fisik (abiotik), yaitu unsur lingkungan hidup yang terdiri dari benda-benda tidak hidup, seperti tanah, air, udara, iklim, dan lain-lain. Keberadaan lingkungan fisik sangat besar peranannya bagi kelangsungan hidup segenap kehidupan di bumi. Bayangkan, apa yang terjadi jika air tak ada lagi di muka bumi atau udara yang dipenuhi asap? Tentu saja kehidupan di muka bumi tidak akan berlangsung secara wajar. Akan terjadi bencana kekeringan, banyak hewan dan tumbuhan mati, perubahan musim yang tidak teratur, munculnya berbagai penyakit, dan lain-lain.
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar, agar siswa aktif mengembangkan seluruh potensinya, untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, yang diperlukan bagi dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.Pendidikan Lingkungan Hidup merupakan suatu bidang pembelajaran akademik yang memiliki definisi bahkan arti yang sangat luas. Pendidikan pembelajaran tentang lingkungan hidup ini biasanya mempelajari tentang interaksi antara manusia dengan lingkungan hidup alami di sekitar mereka.
Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan ke semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.
Pendidikan Lingkungan Hidup dikategorikan menjadi:
1.      Pendidikan Lingkungan Hidup Formal yaitu kegiatan pendidikan di bidang lingkungan hidup yang diselenggarakan melalui sekolah yang terdiri atas pendidikan dasar, menengah, dan tinggi yang dilakukan secara terstruktur dengan menggunakan metode pendekatan kurikulum yang terintegrasi maupun kurikulum yang monolitik atau tersendiri.
2.       Pendidikan Lingkungan Hidup Non-formal adalah kegiatan pendidikan di bidang lingkungan hidup yang dilakukan di luar sekolah yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang, misalnya AMDAL, ISO, dan PPNS.
PLH adalah program pendidikan untuk membina anak didik agar memiliki pengertian, kesadaran, sikap, dan perilaku yang rasional serta bertanggung jawa terhadap alam dan terlaksananya pembangunan yang berkelanjutanPendidikan lingkungan hidup (environmental education – EE) adalah suatu proses untuk membangun populasi manusia di dunia yang sadar dan peduli terhadap lingkungan total (keseluruhan) dan segala masalah yang berkaitan dengannya, dan masyarakat yang memiliki keterampilan, sikap dan tingkah laku, motivasi serta komitmen untuk bekerja sama, baik secara individu maupun secara kolektif, untuk dapat mencegah timbulnya masalah baru (UN-Tbilisi, Georgia-USSR (1997) dalam Unesco, (1978)).
Persoalan lingkungan hidup merupakan persoalan yang bersifat sistematik, kompleks, serta memiliki cakupan yang luas. Oleh karena itu, materi atau isu yang diangkat dalam penyelenggaraan kegiatan pendidikan lingkungan hidup yang sangat beragam.Kehidupan adalah ciri yang membedakan objek yang memiliki isyarat dan proses penopang diri (organisme hidup) dengan objek yang tidak memilikinya, baik karena fungsi-fungsi tersebut telah mati atau karena mereka tidak memiliki fungsi tersebut dan diklasifikasikan sebagai benda mati. Ilmu yang berkaitan dengan studi tentang kehidupan adalah biologi.
Organisme hidup mengalami metabolisme, mempertahankan homeostasis, memiliki kapasitas untuk tumbuh, menanggapi rangsangan, bereproduksi, dan melalui seleksi alam beradaptasi dengan lingkungan mereka dalam generasi berturut-turut. Organisme hidup yang lebih kompleks dapat berkomunikasi melalui berbagai cara. Sebuah susunan beragam dari organisme hidup (bentuk kehidupan) dapat ditemukan di biosfer di bumi, dan sifat-sifat umum dari organisme ini tumbuhan, hewan, fungi,protista, archaea, dan bakteri adalah bentuk sel berbasis karbon dan air, dengan organisasi kompleks dan informasi genetik yang bisa diwariskan.





           











BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpuln
Berdasarkan uraian bahasan “ Etika dan Lingkunngan “ dapat disimpulkan bahwa :
1.      Unsur etika lingkungan hidup yang ditawarkan oleh velasques yaitu etika ekologi dan  etika konservasi sumberdaya.
2.      Masalah masalah yang ditimbulkan oleh lingkungan adalah limbah beracun, efek rumah kaca, perusakan lapisan ozon, hujan asam, penebangan hutan, pencemaran udara.
3.      Ada 3 teori lingkungan hidup yaitu teori antroposentrisme, teori biosentrisme, teori ekosentrisme.
3.2 Saran
Bertolak dari pembahasan Etika dan Liongkungan penyusun memberikan saran sebagai berikut :
1.      Dalam berbisnis hendaknya memperhatika lingkungan sekitar.
2.        Pemanfaatan sumberdaya sumber daya alam harus dimanfaatkan secara bijak dan penuh tanggung jawab sehingga tidak merusak kingkungan sekitar.















DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Basuki. 2009. Lingkungan Hidup. Jakarta  : PN Balai Pustaka
Hargrove,Eugene C. 1989.Etika Lingkungan Dasar.Prentice Hall:New  Jersey,
Machfudz. 2001.Kesehatan Lingkungan. Jogjakarta. Gajah Mada University Prees
Ruky, Achmad S. 2000. Menjadi Manajer Internasional.Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Slamet, Julisuemira.2002. Kesehatan Lingkungan. Jogjakarta. Gajah Mada University Prees
      Soekidjo N. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jaklarta. Rineka Citra
Soeriaatmadja,R.E. 2003.Ilmu Lingkungan.Bandung:ITB








     




No comments:

Post a Comment