Thursday, September 27, 2018

makalah pertambahan penduduk dan dampaknya


                                                       BAB I        
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang Masalah
            Sumber Daya Alam merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan ini,karena tanpa ada sumber daya alam kita mustahil untuk dapat hidup di dunia ini,misalnya untuk makan maka kita mengambil makanan tersebut dari alam,untuk membangun rumah kita menggunakan kayu,kayu ter sebut juga berasal dari sumber daya alam dan masih banyak yang lainnya pokoknya semua kegiatan di bumi ini pasti tidak terlepas dari sumber daya alam.Di Indonesia ini terdapat berbagai macam sumber daya alam yang melimpah,namun kita sepertinya tidak memanfaatkan sumber daya alam tersebut dengan baik dan juga tidak bijaksana dalam menggunakannya.Mengingat  begitu pentingnya manfaat sumber daya alam ter sebut maka kita seharusnya melakukan konser vasi atau melestarikan sumber daya alam tersebut untuk kelangsungan hidup kita.
  Kerusakan lingkungan hidup akibat populasi manusia dan perkembangan zaman pada awal abad 21 ini. Populasi manusia mempengaruhi keadaan alam. Semakin banyak manusia tinggal di suatu daerah maka kebutuhan hidup juga bertambah. Dengan bertambahnya manusia yang berperan sebagai konsumen, para produsen memproduksi produk mereka agar memenuhi kebutuhan konsumen mereka. Sedangkan semakin banyak produk yang dikeluarkan oleh industri mengeluarkan limbah yang dibuang ke lingkungan. Limbah inilah yang mengakibatkan kerusakan alam khususnya pada lingkungan hidup.
Populasi manusia adalah ancaman terbesar dari masalah lingkungan hidup di Indonesia dan bahkan dunia saat ini. Setiap orang memerlukan energi, lahan dan sumber daya yang besar untuk bertahan hidup. Jika populasi bisa bertahan pada taraf yang ideal, maka keseimbangan antara lingkungan dan regenerasi populasi dapat tercapai. Namun kenyataannya adalah populasi bertumbuh lebih cepat dari kemampuan bumi dan lingkungan kita untuk memperbaiki sumber daya yang ada sehingga pada akhirnya kemampuan bumi akan terlampaui dan berdampak pada kualitas hidup manusia yang rendah.
Pada tahun 1960 hingga 1999, populasi bumi berlipat ganda dari 3 milyar menjadi 6 milyar orang. Pada tahun 2000 populasi sudah menjadi 6.1 milyar. PBB memprediksi bahwa populasi dunia pada tahun 2050 akan mencapai antara 7.9 milyar sampai 10.9 milyar, tergantung ada apa yang kita lakukan sekarang. Dapatkah dibayangkan berapa banyak bahan pangan, lahan untuk pertanian, lahan untuk perumahan, dan barang konsumsi lainnya yang dibutuhkan oleh penduduk yang begitu banyak?
Dengan tingginya laju pertumbuhan populasi, maka jumlah kebutuhan makanan pun meningkat padahal lahan yang ada sangat terbatas. Untuk memenuhi kebutuhan makanan, maka hutan pun mulai dibabat habis untuk menambah jumlah lahan pertanian yang ujungnya juga makanan untuk manusia. Konversi hutan menjadi tanah pertanian bisa menyebabkan erosi. Selain itu bahan kimia yang dipakai sebagai pupuk juga menurunkan tingkat kesuburan tanah. Dengan adanya pembabatan hutan dan erosi, maka kemampuan tanah untuk menyerap air pun berkurang sehingga menambah resiko dan tingkat bahaya banjir.
Bagaimana dengan masa depan anak cucu kita kalau lahan sudah tidak tersedia, tanah rusak akibat bahan kimia, air tanah tercemar dan bahkan habis sehingga tidak bisa disedot lagi. Bagaimana kita mau menghemat makanan dan air kalau populasi terus berkembang dengan pesat. Krisis pangan sudah dimulai di seluruh dunia. Harga semakin melejit dan pada akhirnya bukan karena kita tidak mampu membeli makanan, tetapi apakah makanan itu bisa tersedia. Pemanasan global semakin memberi dampak negatif yang luar biasa, cuaca sudah tidak bisa diprediksi lagi. Disaat musim kemarau hujan turun dan disaat musim hujan terjadi kekeringan. Kalau bukan kita yang bertindak dari sekarang, masa depan anak dan cucu kita bisa benar-benar hancur sehingga kita yang berpesta pora pada saat ini baru akan merasakan akibatnya nanti.
1.2 Rumusan Masalah
a.       Bagaimanakah dampak pertumbuhan penduduk terhadap kualitas sumberdaya alam ?
b.      Nilai-nilai penting apa sajakah bagi manusia yang dikandung oleh sumber daya alam?
c.       Apa perbedaan dari konservasi in-situ dan ex-situ?
d.      Apa sajakah contoh macam-macam konservasi dan perlindungan sumberdaya yang dilakukan oleh pemerintah?
e.       Bagaimanakah contoh lokal dalam melestarikan keseimbangan alam?
f.       Apa saja upaya-upaya yang dilakukan untuk menyelamatkan sumberdaya air,tanah dan udara?
1.3 Tujuan
a.       Mengetahui dampak pertumbuhan penduduk terhadap kualitas sumberdaya alam
b.      Mengetahui nilai-nilai penting apa sajakah bagi manusia yang dikandung oleh sumber daya alam
c.       Mengetahui perbedaan dari konservasi in-situ dan ex-situ
d.      Mengetahui contoh macam-macam konservasi dan perlindungan sumberdaya yang dilakukan oleh pemerintah
e.       Mengetahui contoh lokal dalam melestarikan keseimbangan alam
f.       Mengetahui upaya-upaya yang dilakukan untuk menyelamatkan sumberdaya air,tanah dan udara
1.4 Sistematika Penulisan
                Bab I berisi latar belakang makalah, tujuan, sistematika penulisan dan rumusan masalah.Bab II berisi tentang Tekanan manusia terhadap alam,Macam-macam Konservasi,Kegiatan konservasi Tingkat Internasional,Nasional dan lokal,Studi kasus kesuksesan kegiatan konservasi,Upaya penyelamatan sumberdaya air, udara dan tanahal.Bab  III berisi kesimpulan dan saran




















BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tekanan Manusia Terhadap Alam/Lingkungan
Kata konservasi diambil  dari  istilah bahasa Inggris,yaitu conservation.arti conservation menurut kamus  Echols dan Shadily (1981)  adalah pengawetan.sementara istilah konservasi  dapat diartikan  dengan  perlindungan alam yang  berasal dari  kata natural conservation.Dalam hal sumberdaya energi,konservasi diartikan sebagai penyimpanan atau kekekalan energy (conservation of energy) kata konservasi ini  bila digunakan untuk katabendaberarti  kekolotan  atau  konservatisme.Sedangkan  untuk  kata  sifat,sering  digunakan  kata konservatif  atau  conservative  (bahasa Inggris).
Menurut UndangUndang  No.23  Tahun  1997,pengertian  konservasi  sumberdaya  alam  adalah pengelolaan  sumberdaya alam  tak  terbaharui  untuk menjamin  pemanfaatan  secara bijaksana  dan  sumberdaya alam  terbaharui  untuk  menjamin  kesinambungan  ketersediaanya  dengan  tetap  memeliha dan  meningkatkan  kualitas nilai keanekaragamannya. Dalam undang-undang tersebut pengertian konservasi terkait dengan sumberdaya alam yang terdapat dalam lingkungan hidup. Oleh karenanya konservasi pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dalam pemakaiannya dengan sumberdaya alam dan lingkungan. Hal ini secara jelas dapat dilihat dari defenisi lingkungan hidup (Undang-Undang No.23 Tahun 1997 ), yaitu kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain
            Pengertian konservasi lingkungan di atas, dengan berdasarkan jurnal yang ada, dampak lingkungan yang telah dibicarakan secara umum seperti gempa bumi, letusan gunung api, longsoran lahan, banjir dan kekeringan karena akibat pergeseran iklim, ini dapat berlangsung dikarenakan karena keterbatasan IPTEK yang dikuasai, kealpaan atau keterpaksaan karena tekanan kebutuhan berkenaan dengan pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali. Apapun faktornya, semuanya terpulangkan kepada  persoalan kebajikan pihak yang berwewenang dan bertanggung jawab atas penggarisan kebijakan dan penentuan serta pengambilan keputusan. Mengapa kita sampai tertinggal dalam IPTEK, khususnya dalam rekayasa ekologi, mengapa kita biarkan kealpaan menguasai alam pikiran masyarakat , dan mengapa kita tidak berdaya melawan keterpaksaan adalah petanyaan-pertanyaan mendasar yang patut  kita tanyakan kepada diri kita sendiri.
            Kealpaan dapat merupakan hasil pelecehan IPTEK sebaliknya, pendewaan IPTEK secara membuta. Kita telah menjadi saksi kontradiksi perbuatan teknologi atas umat manusia. Teknologi telah membunuh berjuta-juta maniusia. Mendatangkan kesusahan kepada masyarakat secara keseluruhan, dan menyebabkan kemiskinan pada masa perang. Akan tetapi orang juga menikmati kehidupan beradap dan kesejahteraan dengan teknologi pada masa damai. Kata ini menunjukan bahwa peran yang harus dijalankan oleh teknologi ditentukan oleh orang sendiri yang mempunyai kekuasaan dan kesempatan memerintah teknologi tertentu untuk menghadapi suasana khusus atau menangani keadaan khusus. Teknologi bukankah sesuatu yang netral. Teknologi diciptakan dan dikembangkan sebagai faktor perantara kepentingan dan keinginan masyarakat dengan sumber daya dan lingkungan.
            Dampak terjadi karena penggunaan sumber daya yang salah atau oleh limbah dan sisa proses yang berlangsung dalam kehidupan manusia. Pengguanan sumber daya yang salah menimbulkan erosi,sedimentasi yang merusak,penggaraman tanah dan air. Penggersangan lahan (desertification),banjir,dan sebagainya. Limbah dan sisa proses menimbulkan pengotoran (contamination) dan pencemaran (polution) atas udara,tanah dan air. Dampak menyebar dan meluas cepat lewat udara (angin) dan air (aliran). Penyebaran dan perluasan dampak lewat tanah langsung berjalan sangat lambat. Akan tetapi tanah dapat bertindak sebagai penyimpan zat atau bahan pencemar atau pengotor selama waktu lama dan dengan demikian menjadi sumber dampak yang nantinya akan tersebar lewat udara dan air.
Disamping dampak yang bersifat kebendaan(material),adapula dampak yang bersifat niskala (immaterial) yang tidak kalah berbahaya. Dampak niskala terjadi oleh peresapan gagasan. Pandangan hidup  atau ajaran kedalam alam fikiran orang dan kemudian menyebar dan meluas lewat proses komunikasi.
2.2 Macam-Macam Konservasi
            Teknik konservasi tanah di Indonesia diarahkan pada tiga prinsip utama yaitu perlindungan permukaan tanah terhadap pukulan butir butir hujan, meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah seperti pemberian bahan organik atau dengan cara meningkatkan penyimpanan air, dan mengurangi laju aliran permukaan sehingga menghambat material tanah dan hara terhanyut (Agus et al., 1999).
            Manusia mempunyai keterbatasan dalam mengendalikan erosi sehingga perlu ditetapkan kriteria tertentu yang diperlukan dalam tindakan konservasi tanah. Salah satu pertimbangan yang harus disertakan dalam merancang teknik konservasi tanah adalah nilai batas erosi yang masih dapat diabaikan (tolerable soil loss). 
            Jika besarnya erosi pada tanah dengan sifat-sifat tersebut lebih besar daripada angka erosi yang masih dapat diabaikan, maka tindakan konservasi sangat diperlukan. Ketiga teknik konservasi tanah secara vegetatif, mekanis dan kimia pada prinsipnya memiliki tujuan yang sama yaitu mengendalikan laju erosi, namun efektifitas, persyaratan dan kelayakan untuk diterapkan sangat berbeda. Oleh karena itu pemilihan teknik konservasi yang tepat sangat diperlukan.
Macam – macam metode  konservasi  yaitu :
A.    Metode vegetative
            Teknik konservasi tanah secara vegetatif adalah setiap pemanfaatan tanaman/vegetasi maupun sisa-sisa tanaman sebagai media pelindung tanah dari erosi, penghambat laju aliran permukaan, peningkatan kandungan lengas tanah, serta perbaikan sifat-sifat tanah, baik sifat fisik, kimia maupun biologi. Tanaman ataupun sisa-sisa tanaman berfungsi sebagai pelindung tanah terhadap daya pukulan butir air hujan maupun terhadap daya angkut air aliran permukaan (runoff), serta meningkatkan peresapan air ke dalam tanah.
            Teknik konservasi tanah secara vegetatif yang akan diuraikan dalam makalah ini adalah: penghutanan kembali (reforestation), wanatani (agroforestry) termasuk didalamnya adalah pertanaman lorong (alley cropping), pertanaman menurut strip (strip cropping), strip rumput (grass strip), barisan sisa tanaman, tanaman penutup tanah (cover crop), penerapan pola tanam termasuk di dalamnya adalah pergiliran tanaman (crop rotation), tumpang sari (intercropping), dan tumpang gilir (relay cropping). Dalam penerapannya, petani biasanya memodifikasi sendiri teknik-teknik tersebut sesuai dengan keinginan dan lingkungan agroekosistemnya sehingga teknik konservasi ini akan terus berkembang di lapangan.
            Keuntungan yang didapat dari system vegetatif ini adalah kemudahan dalam penerapannya, membantu melestarikan lingkungan, mencegah erosi dan menahan aliran permukaan, dapat memperbaiki sifat tanah dari pengembalian bahan organik tanaman, serta meningkatkan nilai tambah bagi petani dari hasil sampingan tanaman konservasi tersebut. Pengelolaan tanah secara vegetatif dapat menjamin keberlangsungan keberadaan tanah dan air karena memiliki sifat:
a.       Memelihara kestabilan struktur tanah melalui sistem perakaran dengan memperbesar granulasi tanah
b.      Penutupan lahan oleh seresah dan tajuk mengurangi evaporasi.
c.       Di samping itu dapat meningkatkan aktifitas mikroorganisme yang mengakibatkan peningkatan porositas tanah, sehingga memperbesar jumlah infiltrasi dan mencegah terjadinya erosi.
d.      Fungsi lain daripada vegetasi berupa tanaman kehutanan yang tak kalah pentingnya yaitu memiliki nilai ekonomi sehingga dapat menambah penghasilan petani (Hamilton, et.al., 1997).
                  B. Metode Teknis
            Selain metode Vegetatif bisa juga dilakukan konservasi pertanian lahan kering dengan metode teknis yaitu suatu metode konservasi dengan mengatur aliran permukaan sehingga tidak merusak lapisan olah tanah (Top Soil) yang bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman. Konservasi dengan metode teknis ini bias dilakukan dengan berbagai alternative penanganan yang pemilihannya tergantung dari kondisi di lapangan. Beberapa teknik yang dapat dilakukan diantaranya (Ridiah 2010):
a) Pengolahan tanah menurut kontur,
b) Pembuatan guludan,
c) Terasering, dan
d) Saluran air
  v  Pendekatan Vegetatif
            Teknik konservasi tanah secara vegetatif adalah setiap pemanfaatan tanaman/vegetasi maupun sisa-sisa tanaman sebagai media pelindung tanah dari erosi, penghambat laju aliran permukaan, peningkatan kandungan lengas tanah, serta perbaikan sifat-sifat tanah, baik sifat fisik, kimia maupun biologi.
            Tanaman ataupun sisa-sisa tanaman berfungsi sebagai pelindung tanah terhadap daya pukulan butir air hujan maupun terhadap daya angkut air aliran permukaan (runoff), serta meningkatkan peresapan air ke dalam tanah.
            Dalam penerapannya, petani biasanya memodifikasi sendiri teknik-teknik tersebut sesuai dengan keinginan dan lingkungan agroekosistemnya sehingga teknik konservasi ini akan terus berkembang di lapangan. Keuntungan yang didapat dari system vegetatif ini adalah kemudahan dalam penerapannya, membantu melestarikan lingkungan, mencegah erosi dan menahan aliran permukaan, dapat memperbaiki sifat tanah dari pengembalian bahan organik tanaman, serta meningkatkan nilai tambah bagi petani dari hasil sampingan tanaman konservasi tersebut.
            Menurut undang-undang alam, konservasi alam di bedakan menjadi:
1. Suaka Margasatwa
            Suaka margasatwa adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada hewan/binatang yang hampir punah. Contoh : harimau, komodo, tapir, orangutan, dan lain sebagainya.
2. Cagar Alam
            Pengertian cagar alam adalah suatu tempat yang dilindungi baik dari segi tanaman maupun binatang yang hidup di dalamnya yang nantinya dapat dipergunakan untuk berbagai keperluan di masa kini dan masa mendatang. Contoh : cagar alam ujung kulon, cagar alam way kambas.
3. Perlindungan Hutan
            Perlindungan hutan adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada hutan agar tetap terjaga dari kerusakan. Contoh : hutan lindung, hutan wisata, hutan buru, dan lain sebagainya.
4. Taman Nasional
            Taman nasional adalah perlindungan yang diberikan kepada suatu daerah yang luas yang meliputi sarana dan prasarana pariwisata di dalamnya. Taman Nasional Lorentz, Taman Nasional Komodo, Taman Nasional Gunung Leuser, dll.
5. Taman Laut
            Taman laut adalah suatu laut yang dilindungi oleh undang-undang sebagai teknik upaya untuk melindungi kelestariannya dengan bentuk cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata, dsb. Contoh : Taman laut bunaken, taman laut taka bonerate, taman laut selat pantar, taman laut togean, dan banyak lagi contoh lainnya.
6. Kebun Binatang / Kebun Raya
            Kebun raya atau kebun binatang yaitu adalah suatu perlindungan lokasi yang dijadikan sebagai tempat obyek penelitian atau objek wisata yang memiliki koleksi flora dan atau fauna yang masih hidup.

2.3 Kegiatan Konservasi Tingkat Internasional,Nasional dan Lokal
            Kesadaran akan kebutuhan pelestarian keanekaragaman hayati telah ada sejak berabad-abad, di Amerika Utara, Eropa, dan bagian dunia lainnya. Di Indonesia kesadaran ini dimulai sejak zaman pemerintahan penjajahan Belanda. Tonggak sejarah pelestarian alam di Indonesia mutakhir adalah terbitnya Undang-undang No. 4 tahun 1982 tentang Ketentuan–ketentuan Pokok Lingkungan Hidup. Berdasarkan Undang-Undang tersebut telah disusun berbagai kebijakan nasional dan strategi konservasi alam Indonesia.
            Kebijakan konservasi di Indonesia sangat penting, mengingat Indonesia yang meskipun hanya meng-cover 1,3 % luas permukaan bumi, Indonesia memiliki 10 % species tanaman berbunga, 12 % species mamalia dunia, 16 persen spesies reptile dan amphibi, 17 persen species burung dan 25 persen atau lebih species ikan dunia . Hutan Indonesia kaya akan species dengan didiami keanekaragaman yang besar dari palm, lebih dari 400 species Dipterocarpaceae, (sebagian besar pohon kayu komersil di Asia Tenggara) dan diperkirakan 25.000 tanaman berbunga. Sebagaimana kekayaan dan keanekaragaman tumbuhan, Indonesia memiliki ranking pertama di dunia untuk spesies mamalia (515 species, 36 persen endemic),rangking pertama untuk kupu-kupu (121 species,44 persen endemik), ranking ke tiga untuk reptile (600 species), ranking ke empat untuk burung (1519 species, 28 persen endemic), keempat untuk amphibi (270 species) dan ketujuh untuk tanaman berbunga. Perhatikan tabel berikut.
            Tabel 1. Estimasi Jumlah Total Tipe Biotik Utama
Kelompok
Indonesia
(Spesies)
Dunia
(Spesies)
Bakteri,algae,biru merah
Fungi
Rumput Laut
Lumut
Paku
Tumbuhan berbunga
Insek
Molluka
Ikan
Amphibi
Reptil
Burung
Mamalia
300
12.000
1.800
1.500
1.250
25.000
250.00
20.000
8.500
1.000
2.000
1.500
500
4.700
47.000
21.000
16.000
13.000
250.000
750.000
50.000
19.000
4.200
6.300
9.200
4.170
Sumber: Bapenas,1993; Mc Neely et al., 1990
Kebijakan operasional yang telah dilakukan pemerintah Indonesia dalam upaya konservasi tersebut diantaranya adalah melindungi jenis, sumber plasma nutfah dan ekosistem dari kepunahan. Dalam mendukung kebijakan tersebut juga telah diciptakan kerangka kelembagaan sektoral di tingkat pusat. Semasa orde baru, Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam Departemen Kehutanan diberi tanggungjawab untuk melakukan perlindungan dan konservasi ekosistem alami di kawasan-kawasan konservasi . Departemen ini mendukung peran Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup yang diberi tanggungjawab untuk menyusun strategi pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia dan pengintegrasiannya dalam pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh sector–sector lain, seperti Departemen Pertanian, Departemen Pertambangan, Departemen Transmigrasi, Departemen Pekerjaan Umum, maupun dalam perencanan pembangunan regional yang disusun oleh Bappenas dan Bappeda (Bappenas, 1993). Berbagai upaya positif juga telah dilakukan untuk melestarikan keanekaragaman hayati nasional. Departemen Kehutanan melalui Tata Guna Hutan Kesepakatan tahun 1984 telah menyisihkan hutan seluas 18.725.215 hektar sebagai kawasan Konservasi (Dirjen Pengusahaan Hutan,1997). Jejaring dari 336 kawasan konservasi yang mencakup 24 taman nasional serta kawasan konservasi laut dan perairan juga telah dibangun dan dikelola (Departemen Kehutanan dan FAO dalam Bappenas,1993). Pemerintah Indonesia juga telah berperan aktif dalam skema–skema konservasi global, seperti Ramsar, untuk perlindungan lahan basah maupun CITES untuk memantau keberadaan dan kecenderungan populasi species – species yang diperdagangkan (Bappenas,1993).
Namun kebijakan, strategi dan kelembagaan yang telah diupayakan tersebut tidak mampu membendung laju pengurasan (deplesi) hutan. Pada tiga tahun terakhir ini menurut data dari Baplan menunjukan bahwa telah terjadi deplesi yang sangat cepat. Hutan alam Indonesia berkurang 2,1 juta ha setiap tahunnya. Sisa Hutan alam produksi yang masih dianggap utuh tinggal 20 juta ha (dari 60 juta ha). Demikian pula hutan lindung dari seluas 30,3 ha tersisa tinggal 30%, bahkan kawasan hutan konservasi juga mengalami penjarahan. Pengurangan hutan tersebut akibat aktivitas logging (legal dan illegal) dan perladangan berpindah.
Dengan terjadinya degradasi dan deplesi hutan, menyebabkan terjadinya pengurangan jumlah species dan bahkan mengalami kepunahan. Menurut Mc Neely (1978) sejak jaman Pleistocene 35 jenis mamalia telah musnah di Jawa, termasuk 20 jenis di tempat lain. Hilangnya habitat secara terus menerus menyebabkan musnahnya ekosistem tingkat local dan spesies. Sebagai contoh akhir-akhir ini Harimau Jawa menjadi langka dan kurang dari 18 spesies burung sudah tidak terlihat lagi di Jawa, termasuk endemik Jawa Vabellus macropterus (McKinnon,1988). Dari keadaan atau kondisi sumberdaya yang akhir-akhir ini mengalami kemunduran menjadi satu kendala dan permasalahan utama dalam pengelolaan keanekaragaman hayati di Indonesia.
Dari permasalahan-rmasalahan tersebut menunjukkan bahwa kebijakan, strategi dan kelembagaan yang ada dewasa ini kurang mendukung terselenggaranya konservasi jenis. Berdasarkan hal tersebut tulisan ini dimaksudkan untuk mengkaji kebijakan, strategi dan kelembagaan yang ada ditinjau dari kekuatan dan kelemahannya serta peluang dan tantangan ekternal ke depan dalam upaya konservasi jenis.
            Pengelolaan kawasan konservasi saat ini dinilai belum efektif dan optimal.  Hal ini dapat dilihat dari berbagai indikator pengelolaan, antara lain keutuhan kawasan, tingkat gangguan kawasan (illegal logging, illegal mining, perburuan satwa dan flora langka, tumpang tindih kepentingan dengan sektor lain), ketersediaan sarana dan prasarana, sumber daya manusia dan penataan kawasan. Berdasarkan data dari UPT, total kerusakan hutan di kawasan konservasi sampai dengan 15 Juni 2009 seluas 460.407 hektar, yang terdiri dari taman nasional 315.424 hektar (1,9 % dari luas taman nasional) dan non taman nasional seluas 144.983 hektar (11,7 % dari luas kawasan non taman nasional) (Wiratno, 2010).
            Tingginya tingkat kerusakan kawasan konservasi non taman nasional tersebut diatas antara lain disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
a.       Ukuran kawasan konservasi non taman nasional (cagar alam dan suaka margasatwa) relatif kecil dan terpencar. Rata-rata luas cagar alam adalah 18.000 hektar, dengan variasi luas cagar alam terkecil 0,03 hektar (Beringin Sakti di Sumatera Barat) dan cagar alam terluas 300.000 hektar (Enarotali di Papua).  Sedangkan rata-rata luas suaka margasatwa adalah 70.000 hektar, dengan variasi luas suaka margasatwa terkecil 25,02 hektar (Muara Angke) dan cagar alam terluas 2.018.000 hektar (Membramo-Foja di Papua).
b.      Lokasi kawasan konservasi suaka alam yang tersebar dan terpencil, sehingga upaya pengamanan kawasan memerlukan biaya yang lebih besar dan kesiapan sumberdaya manusia yang lebih handal, termasuk bagaimana membangun strategi melibatkan masyarakat sekitar untuk ikut serta mengamankan kawasan.
c.       Perubahan tata guna lahan untuk kepentingan pembangunan di sekitar kawasan suaka alam berdampak langsung pada terbukanya akses kedalam kawasan tersebut, sehingga dapat meningkatkan tekanan dan kerusakan pada kawasan.
d.      Unit Pelaksana Teknis (UPT) KSDA, disamping mengelola kawasan (in-situ) juga mendapat mandat untuk memberikan pelayanan umum konservasi di luar habitatnya (ex-situ) yaitu membina, mengawasi dan melakukan penegakan hukum terhadap peredaran tumbuhan dan satwa liar di tingkat provinsi.
e.       Masih rendahnya dukungan mitra untuk membantu UPT KSDA.  Sebagian mitra lebih mendukung pengelolaan kawasan taman nasional. Sementara itu, dukungan pemerintah daerah dirasakan juga kurang memadai, misalnya dalam hal pengembangan daerah penyangga atau sinergi program pembangunan daerah dengan kegiatan pengelolaan suaka alam.
            Persoalan-persoalan kawasan yang dihadapi oleh pengelola kawasan yang mengakibatkan tingginya tingkat kerusakan hutan seperti tersebut di atas pada umumnya telah berlangsung dalam waktu yang cukup lama.  Kompleksitas persoalan ini telah menyangkut kepentingan sektor lain (pertambangan, pembangunan jalan, waduk, jaringan transmisi listrik, energi listrik, tower telekomunikasi, areal (pencadangan) transmigrasi, pemukiman masyarakat), illegal logging, illegal fishing, perambahan, pendudukan kawasan, jual beli lahan, sertifikasi lahan kawasan, tumpang tindih atau konflik batas kawasan, tumpang tindih wilayah kabupaten baru dengan kawasan, dan sebagainya. 
            Demikian pula besaran persoalannya sudah sampai pada pendudukan kawasan oleh ribuan kepala keluarga, pembentukan desa-desa baru defenitif di dalam kawasan, penerbitan sertifikat tanah, hak guna usaha dalam waktu yang relatif lama. Persoalan baru seiring dengan otonomi daerah adalah munculnya puluhan kabupaten pemekaran dan bahkan provinsi baru yang sebagian atau seluruh wilayahnya berada di dalam kawasan konservasi.
            Penyelesaian persoalan tersebut tidak dapat hanya dilakukan melalui proses penegakan hukum tanpa didukung oleh perubahan kebijakan pengelolaan dan dukungan kebijakan di tingkat nasional.  Persoalan  kawasan konservasi telah menjadi persoalan strategi nasional, yang sudah waktunya diselesaikan secara terpadu, sinergis dan dengan dukungan kebijakan nasional yang konsisten.
            Mensikapi kondisi saat ini dan kondisi yang diinginkan, minimal dalam periode 5 tahun ke depan (2009-20014), Strategi  Kementerian Kehutanan sebagai berikut :
1.      Tingkat Nasional
a.       Pada tatasan nasional, kawasan-kawasan konservasi telah dimasukkan ke dalam Tata Ruang Nasional. Peta Dasar Tematik Kehutanan (peta penunjukan yang diperbaharui) yang segera dideklarasi oleh Menteri Kehutanan, akan dijadikan dasar atau acuan bagi sektor lain untuk menetapkan Tata Ruang Pulau.
b.      Penataan kawasan konservasi telah diamanatkan di dalam (revisi) PP 68. Proses penataan ini ditujukan untuk menata kawasan konservasi menjadi unit-unit pengelolaan sampai dengan tingkat lapangan atau unir pengelolaan terkecil di tingkat resort.
c.       Kementerian Kehutanan mendorong dan memfasilitasi diterbitkannya INPRES Penanggulangan Perambahan di Kawasan Konservasi. Instruksi Presiden ini akan melibatkan lintas departemen/lembaga untuk penyelesaian perambahan di Kawasan Konservasi. INPRES ini akan dijadikan dasar bagi Pemprov dan atau Pemkab dalam menyiapkan Tim Terpadu Penanggulangan Perambahan di Kawasan Konservasi.
2.      Tingkat Kementerian Kehutanan
            Penataan kawasan konservasi perlu didukung dengan data dan informasi spasial dan non spasial yang akurat dan up to date. Data dan informasi ini bukan hanya di masing-masing kawasan konservasi tetapi juga kondisi penggunaan lahan dan penutupan lahan kawasan penyngga di sekitarnya.
            Direktorat Konservsi Kawasan, khususnya Subdit Pemolaan dan Pengembangan dan Subdit PIKA akan menjadi Lead Agency dalam mengembangkan Lab. GIS/Remote Sensing untuk membangun Sistem Monitoring dan Evaluasi Kawasan Konservasi. Subdit Pemolaan dan Pengembangan, Subdit PIKA akan bekerja intensif dan terpadu dengan Bagian Program Anggaran, dan Bagian Evaluasi-Sekditjen PHKA, dan Dir.PPH.
            Tim yang bekerja pada Lab GIS/RS Ditjen PHKA akan membantu dan fasilitasi UPT untuk melakukan penataan kawasan, termasuk dalam rangka membangun Sistem Pemantauan Perambahan Kawasan Konservasi dan membangun Database Kawasan.
3.      Tingkat UPT
            UPT membangun Lab GIS/RS untuk mendukung penataan kawasan berbasis resort. Lab GIS/RS ini akan menghasilkan data/informasi dasar yang akan dijadikan bahan bagi ”Team Reaksi Cepat” dan ”Team Kerja Resort”, untuk melakukan cek lapangan, verifikasi, pengumpulan data dan informasi tambahan, pemetaan sejarah persoalan-persoalan kawasan.
            Beberapa UPT, yaitu TN.Gunung Halimun Salak, TN Gunung Gede Pangrango, TN Alas Purwo, TN Kerinci Seblat, dan TN Gunung Leuser telah mengembangkan berbagai inisiatif pengelolaan, sampai dengan tingkat Resort. Artinya, pengelolaan dilakukan di lapangan dengan resort sebagai Unit Manajemen terkecil suatu kawasan konservasi.Dengan dukungan dari pusat, apabila diperlukan, UPT mendorong dan atau memfasilitasi dibentuknya Tim Koordinasi Penyelesaian Perambahan di Kawasan Konservasi, baik di tingkat kabupaten atau provinsi.

2.4 Upaya Penyelamatan Sumberdaya Air,Udara dan Tanah
            Program penyelamatan Hutan, Tanah dan Air bertujuan : (1) mencegah kerusakan terhadap bangunan-bangunan hasil pembangun- an selama Repelita I, II, dan III terhadap bahaya banjir dan kekeringan, (2) membangun sumber daya baru di daerah kritis, (3) memperbaiki sistem hidro-orologi di daerah aliran sungai, (4) meningkatkan produktivitas sumber daya tanah, hutan dan air, (5) membina pelestarian alam, plasma nutfah dan fungsi perlindungan wilayah.
            Usaha-usaha yang termasuk dalam program ini adalah peng­hijauan, konservasi tanah dan reboisasi, pengendalian dan pe­ngamanan sungai, pengembangan wilayah dan penanggulangan ben­cana alam yang dilaksanakan dalam rangka pengelolaan DAS se­cara terpadu, pembinaan dan pembangunan taman nasional dan suaka alam, pelestarian fungsi kawasan lindung dan pembinaan wisata alam, penyelamatan flora dan fauna langka serta pembi-naan pelestarian karang dan pantai.
            Penghijauan dan konservasi tanah meliputi kegiatan pena­naman tanaman tahunan, pembuatan teras, pembangunan bendung penangkal erosi atau dam pengendali, dan pembangunan unit per­contohan usaha tani pelestarian sumber alam, serta kegiatan-kegiatan lain yang bertujuan untuk mencegah kemerosotan pro­duktivitas tanah dan air, khususnya yang dilakukan di areal lahan yang bukan kawasan hutan negara. Reboisasi juga merupa­kan kegiatan penanaman tanaman tahunan yang tujuannya sama dengan penghijauan tetapi dilaksanakan di areal kawasan hutan negara. Kedua kegiatan tersebut merupakan usaha rehabilitasi lahan kritis dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) yang terpenting.
            Usaha penghijauan dan reboisasi masih melanjutkan kegiatan-kegiatan seperti dalam Repelita I. Pada tahun 1976/77 dengan lahirnya Inpres Penghijauan dan Reboisa­si, yang melibatkan pemerintah daerah dan masyarakat secara langsung, usaha penghijauan dan reboisasi secara besar-besar­an mulai dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan pembangun­an daerah terpadu dalam satuan daerah aliran sungai (DAS). Pendekatan dengan upaya fisik di lapangan masih sangat menon­jol dalam masa tersebut.
            Usaha penghijauan dan reboisasi, teru­tama sejak tahun 1980/81, mulai dikembangkan dengan pendekat­an penyertaan aktif masyarakat. Pendekatan ini dijalankan me­lalui upaya penyuluhan, pengembangan percontohan dan pengem­bangan lembaga swadaya masyarakat. Kepada mereka yang berha­ sil melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut secara baik dibe-rikan penghargaan, misalnya dalam bentuk pemberian hadiah Kalpataru oleh Presiden kepada masyarakat yang secara swadaya berusaha melestarikan hutan, tanah dan air.
            Menyadari bahwa untuk mencapai keberhasilan yang diingin­kan dalam usaha reboisasi, penghijauan dan konservasi tanah, memerlukan keikutsertaan masyarakat secara aktif, maka dalam pelaksanaan dan pengamanan hasil penghijauan, dan reboisasi, usaha penyuluhan diberi prioritas utama.
                Usaha lainnya yang termasuk dalam program ini adalah pem­binaan dan pembangunan taman nasional dan suaka alam, peles­tarian fungsi kawasan lindung dan pembinaan wisata alam dan penyelamatan flora dan fauna langka. Upaya perlindungan hutan dan pelestarian alam dalam rangka konservasi sumber daya alam dan lingkungan hidup  pada hakekatnya bertujuan untuk melin­dungi keberadaan plasma nutfah, dan menjaga kelestarian poten‑ si sumber daya alam beserta ekosistemnya yang khas, terhadap kemungkinan bahaya kerusakan dan penurunan kualitas dan kuan­titasnya.
                Beberapa daerah tertentu, berdasarkan kondisi ekologis, geomorfologis dan keunikan gejala alam yang dimilikinya, te­slah ditetapkan sebagai kawasan konservasi sumber daya alam. Kawasan konservasi itu meliputi hutan lindung, cagar alam, suaka margasatwa, taman wisata dan taman buru. Penunjukan ka­-wasan konservasi telah dilaksanakan berdasarkan pertimbangan pendekatan konservasi ekosistem yang menyeluruh. Mengingat pentingnya konservasi sumber daya alam dalam menjamin berha-silnya pembangunan yang berkesinambungan, maka dalam Repelita III pengelolaan kawasan konservasi sumber daya alam lebih di­mantapkan dengan pengembangan sistem taman nasional. Sistem  ini merupakan pendekatan regional secara terpadu.



           



No comments:

Post a Comment