BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sumber
Daya Alam merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan ini,karena tanpa
ada sumber daya alam kita mustahil untuk dapat hidup di dunia ini,misalnya
untuk makan maka kita mengambil makanan tersebut dari alam,untuk membangun
rumah kita menggunakan kayu,kayu ter sebut juga berasal dari sumber daya alam
dan masih banyak yang lainnya pokoknya semua kegiatan di bumi ini pasti tidak
terlepas dari sumber daya alam.Di Indonesia ini terdapat berbagai macam sumber
daya alam yang melimpah,namun kita sepertinya tidak memanfaatkan sumber daya
alam tersebut dengan baik dan juga tidak bijaksana dalam
menggunakannya.Mengingat begitu
pentingnya manfaat sumber daya alam ter sebut maka kita seharusnya melakukan
konser vasi atau melestarikan sumber daya alam tersebut untuk kelangsungan
hidup kita.
Kerusakan lingkungan hidup akibat populasi manusia dan perkembangan zaman
pada awal abad 21 ini. Populasi manusia mempengaruhi keadaan alam. Semakin
banyak manusia tinggal di suatu daerah maka kebutuhan hidup juga bertambah.
Dengan bertambahnya manusia yang berperan sebagai konsumen, para produsen
memproduksi produk mereka agar memenuhi kebutuhan konsumen mereka. Sedangkan
semakin banyak produk yang dikeluarkan oleh industri mengeluarkan limbah yang
dibuang ke lingkungan. Limbah inilah yang mengakibatkan kerusakan alam
khususnya pada lingkungan hidup.
Populasi manusia adalah ancaman terbesar dari masalah lingkungan hidup di
Indonesia dan bahkan dunia saat ini. Setiap orang memerlukan energi, lahan dan
sumber daya yang besar untuk bertahan hidup. Jika populasi bisa bertahan pada
taraf yang ideal, maka keseimbangan antara lingkungan dan regenerasi populasi
dapat tercapai. Namun kenyataannya adalah populasi bertumbuh lebih cepat dari
kemampuan bumi dan lingkungan kita untuk memperbaiki sumber daya yang ada
sehingga pada akhirnya kemampuan bumi akan terlampaui dan berdampak pada
kualitas hidup manusia yang rendah.
Pada tahun 1960 hingga 1999, populasi bumi berlipat ganda dari 3 milyar
menjadi 6 milyar orang. Pada tahun 2000 populasi sudah menjadi 6.1 milyar. PBB
memprediksi bahwa populasi dunia pada tahun 2050 akan mencapai antara 7.9
milyar sampai 10.9 milyar, tergantung ada apa yang kita lakukan sekarang.
Dapatkah dibayangkan berapa banyak bahan pangan, lahan untuk pertanian, lahan
untuk perumahan, dan barang konsumsi lainnya yang dibutuhkan oleh penduduk yang
begitu banyak?
Dengan tingginya laju pertumbuhan populasi, maka jumlah kebutuhan makanan
pun meningkat padahal lahan yang ada sangat terbatas. Untuk memenuhi kebutuhan
makanan, maka hutan pun mulai dibabat habis untuk menambah jumlah lahan
pertanian yang ujungnya juga makanan untuk manusia. Konversi hutan menjadi
tanah pertanian bisa menyebabkan erosi. Selain itu bahan kimia yang dipakai
sebagai pupuk juga menurunkan tingkat kesuburan tanah. Dengan adanya pembabatan
hutan dan erosi, maka kemampuan tanah untuk menyerap air pun berkurang sehingga
menambah resiko dan tingkat bahaya banjir.
Bagaimana dengan masa depan anak cucu kita kalau lahan sudah tidak
tersedia, tanah rusak akibat bahan kimia, air tanah tercemar dan bahkan habis
sehingga tidak bisa disedot lagi. Bagaimana kita mau menghemat makanan dan air
kalau populasi terus berkembang dengan pesat. Krisis pangan sudah dimulai di
seluruh dunia. Harga semakin melejit dan pada akhirnya bukan karena kita tidak
mampu membeli makanan, tetapi apakah makanan itu bisa tersedia. Pemanasan
global semakin memberi dampak negatif yang luar biasa, cuaca sudah tidak bisa
diprediksi lagi. Disaat musim kemarau hujan turun dan disaat musim hujan
terjadi kekeringan. Kalau bukan kita yang bertindak dari sekarang, masa depan
anak dan cucu kita bisa benar-benar hancur sehingga kita yang berpesta pora
pada saat ini baru akan merasakan akibatnya nanti.
1.2 Rumusan
Masalah
a.
Bagaimanakah dampak pertumbuhan penduduk terhadap
kualitas sumberdaya alam ?
b.
Nilai-nilai penting apa sajakah bagi manusia yang
dikandung oleh sumber daya alam?
c.
Apa perbedaan dari konservasi in-situ dan ex-situ?
d.
Apa sajakah contoh macam-macam konservasi dan
perlindungan sumberdaya yang dilakukan oleh pemerintah?
e.
Bagaimanakah contoh lokal dalam melestarikan
keseimbangan alam?
f.
Apa saja upaya-upaya yang dilakukan untuk menyelamatkan
sumberdaya air,tanah dan udara?
1.3 Tujuan
a.
Mengetahui dampak pertumbuhan penduduk terhadap
kualitas sumberdaya alam
b.
Mengetahui nilai-nilai penting apa sajakah bagi
manusia yang dikandung oleh sumber daya alam
c.
Mengetahui perbedaan dari konservasi in-situ dan
ex-situ
d.
Mengetahui contoh macam-macam konservasi dan
perlindungan sumberdaya yang dilakukan oleh pemerintah
e.
Mengetahui contoh lokal dalam melestarikan
keseimbangan alam
f.
Mengetahui upaya-upaya yang dilakukan untuk
menyelamatkan sumberdaya air,tanah dan udara
1.4 Sistematika Penulisan
Bab I berisi latar belakang makalah,
tujuan, sistematika penulisan dan rumusan masalah.Bab
II berisi tentang Tekanan manusia terhadap alam,Macam-macam Konservasi,Kegiatan
konservasi Tingkat Internasional,Nasional dan lokal,Studi kasus kesuksesan
kegiatan konservasi,Upaya penyelamatan sumberdaya air, udara dan
tanahal.Bab III berisi kesimpulan dan
saran
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Tekanan Manusia
Terhadap Alam/Lingkungan
Kata konservasi diambil
dari istilah bahasa Inggris,yaitu conservation.arti conservation menurut
kamus Echols dan Shadily (1981) adalah pengawetan.sementara istilah
konservasi dapat diartikan dengan perlindungan alam yang
berasal dari kata natural conservation.Dalam hal sumberdaya
energi,konservasi diartikan sebagai penyimpanan atau kekekalan energy
(conservation of energy) kata konservasi ini bila digunakan untuk
katabendaberarti kekolotan atau konservatisme.Sedangkan
untuk kata sifat,sering digunakan kata konservatif
atau conservative (bahasa Inggris).
Menurut UndangUndang
No.23 Tahun 1997,pengertian konservasi sumberdaya
alam adalah pengelolaan sumberdaya alam tak
terbaharui untuk menjamin pemanfaatan secara bijaksana
dan sumberdaya alam terbaharui untuk menjamin
kesinambungan ketersediaanya dengan tetap memeliha dan
meningkatkan kualitas nilai keanekaragamannya. Dalam undang-undang
tersebut pengertian konservasi terkait dengan sumberdaya alam yang terdapat
dalam lingkungan hidup. Oleh karenanya konservasi pada dasarnya tidak dapat
dipisahkan dalam pemakaiannya dengan sumberdaya alam dan lingkungan. Hal ini
secara jelas dapat dilihat dari defenisi lingkungan hidup (Undang-Undang No.23
Tahun 1997 ), yaitu kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan
makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan
perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain
Pengertian konservasi lingkungan di atas, dengan berdasarkan jurnal yang ada,
dampak lingkungan yang telah dibicarakan secara umum seperti gempa bumi,
letusan gunung api, longsoran lahan, banjir dan kekeringan karena akibat
pergeseran iklim, ini dapat berlangsung dikarenakan karena keterbatasan IPTEK
yang dikuasai, kealpaan atau keterpaksaan karena tekanan kebutuhan berkenaan
dengan pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali. Apapun faktornya, semuanya
terpulangkan kepada persoalan kebajikan pihak yang berwewenang dan bertanggung
jawab atas penggarisan kebijakan dan penentuan serta pengambilan keputusan.
Mengapa kita sampai tertinggal dalam IPTEK, khususnya dalam rekayasa ekologi,
mengapa kita biarkan kealpaan menguasai alam pikiran masyarakat , dan mengapa
kita tidak berdaya melawan keterpaksaan adalah petanyaan-pertanyaan mendasar
yang patut kita tanyakan kepada diri kita sendiri.
Kealpaan dapat merupakan hasil pelecehan IPTEK sebaliknya, pendewaan IPTEK
secara membuta. Kita telah menjadi saksi kontradiksi perbuatan teknologi atas
umat manusia. Teknologi telah membunuh berjuta-juta maniusia. Mendatangkan
kesusahan kepada masyarakat secara keseluruhan, dan menyebabkan kemiskinan pada
masa perang. Akan tetapi orang juga menikmati kehidupan beradap dan
kesejahteraan dengan teknologi pada masa damai. Kata ini menunjukan bahwa peran
yang harus dijalankan oleh teknologi ditentukan oleh orang sendiri yang
mempunyai kekuasaan dan kesempatan memerintah teknologi tertentu untuk
menghadapi suasana khusus atau menangani keadaan khusus. Teknologi bukankah
sesuatu yang netral. Teknologi diciptakan dan dikembangkan sebagai faktor
perantara kepentingan dan keinginan masyarakat dengan sumber daya dan
lingkungan.
Dampak terjadi karena penggunaan sumber daya yang salah atau oleh limbah dan
sisa proses yang berlangsung dalam kehidupan manusia. Pengguanan sumber daya
yang salah menimbulkan erosi,sedimentasi yang merusak,penggaraman tanah dan
air. Penggersangan lahan (desertification),banjir,dan sebagainya. Limbah dan
sisa proses menimbulkan pengotoran (contamination) dan pencemaran (polution)
atas udara,tanah dan air. Dampak menyebar dan meluas cepat lewat udara (angin)
dan air (aliran). Penyebaran dan perluasan dampak lewat tanah langsung berjalan
sangat lambat. Akan tetapi tanah dapat bertindak sebagai penyimpan zat atau
bahan pencemar atau pengotor selama waktu lama dan dengan demikian menjadi
sumber dampak yang nantinya akan tersebar lewat udara dan air.
Disamping dampak yang bersifat
kebendaan(material),adapula dampak yang bersifat niskala (immaterial) yang
tidak kalah berbahaya. Dampak niskala terjadi oleh peresapan gagasan. Pandangan
hidup atau ajaran kedalam alam fikiran orang dan kemudian menyebar dan
meluas lewat proses komunikasi.
2.2
Macam-Macam Konservasi
Teknik
konservasi tanah di Indonesia diarahkan pada tiga prinsip utama yaitu
perlindungan permukaan tanah terhadap pukulan butir butir hujan, meningkatkan
kapasitas infiltrasi tanah seperti pemberian bahan organik atau dengan cara
meningkatkan penyimpanan air, dan mengurangi laju aliran permukaan sehingga
menghambat material tanah dan hara terhanyut (Agus et al., 1999).
Manusia
mempunyai keterbatasan dalam mengendalikan erosi sehingga perlu ditetapkan
kriteria tertentu yang diperlukan dalam tindakan konservasi tanah. Salah satu
pertimbangan yang harus disertakan dalam merancang teknik konservasi tanah
adalah nilai batas erosi yang masih dapat diabaikan (tolerable soil
loss).
Jika
besarnya erosi pada tanah dengan sifat-sifat tersebut lebih besar daripada
angka erosi yang masih dapat diabaikan, maka tindakan konservasi sangat
diperlukan. Ketiga teknik konservasi tanah secara vegetatif, mekanis dan kimia
pada prinsipnya memiliki tujuan yang sama yaitu mengendalikan laju erosi, namun
efektifitas, persyaratan dan kelayakan untuk diterapkan sangat berbeda. Oleh
karena itu pemilihan teknik konservasi yang tepat sangat diperlukan.
Macam – macam metode konservasi
yaitu :
A.
Metode vegetative
Teknik
konservasi tanah secara vegetatif adalah setiap pemanfaatan tanaman/vegetasi
maupun sisa-sisa tanaman sebagai media pelindung tanah dari erosi, penghambat
laju aliran permukaan, peningkatan kandungan lengas tanah, serta perbaikan
sifat-sifat tanah, baik sifat fisik, kimia maupun biologi. Tanaman ataupun
sisa-sisa tanaman berfungsi sebagai pelindung tanah terhadap daya pukulan butir
air hujan maupun terhadap daya angkut air aliran permukaan (runoff), serta
meningkatkan peresapan air ke dalam tanah.
Teknik
konservasi tanah secara vegetatif yang akan diuraikan dalam makalah ini adalah:
penghutanan kembali (reforestation), wanatani (agroforestry) termasuk
didalamnya adalah pertanaman lorong (alley cropping), pertanaman menurut strip
(strip cropping), strip rumput (grass strip), barisan sisa tanaman, tanaman
penutup tanah (cover crop), penerapan pola tanam termasuk di dalamnya adalah
pergiliran tanaman (crop rotation), tumpang sari (intercropping), dan tumpang
gilir (relay cropping). Dalam penerapannya, petani biasanya memodifikasi
sendiri teknik-teknik tersebut sesuai dengan keinginan dan lingkungan
agroekosistemnya sehingga teknik konservasi ini akan terus berkembang di
lapangan.
Keuntungan
yang didapat dari system vegetatif ini adalah kemudahan dalam penerapannya,
membantu melestarikan lingkungan, mencegah erosi dan menahan aliran permukaan,
dapat memperbaiki sifat tanah dari pengembalian bahan organik tanaman, serta
meningkatkan nilai tambah bagi petani dari hasil sampingan tanaman konservasi
tersebut. Pengelolaan tanah secara vegetatif dapat menjamin keberlangsungan
keberadaan tanah dan air karena memiliki sifat:
a. Memelihara
kestabilan struktur tanah melalui sistem perakaran dengan memperbesar granulasi
tanah
b. Penutupan
lahan oleh seresah dan tajuk mengurangi evaporasi.
c. Di samping
itu dapat meningkatkan aktifitas mikroorganisme yang mengakibatkan peningkatan
porositas tanah, sehingga memperbesar jumlah infiltrasi dan mencegah terjadinya
erosi.
d. Fungsi lain
daripada vegetasi berupa tanaman kehutanan yang tak kalah pentingnya yaitu
memiliki nilai ekonomi sehingga dapat menambah penghasilan petani (Hamilton,
et.al., 1997).
B. Metode Teknis
Selain metode Vegetatif bisa juga
dilakukan konservasi pertanian lahan kering dengan metode teknis yaitu suatu
metode konservasi dengan mengatur aliran permukaan sehingga tidak merusak
lapisan olah tanah (Top Soil) yang bermanfaat bagi pertumbuhan tanaman.
Konservasi dengan metode teknis ini bias dilakukan dengan berbagai alternative
penanganan yang pemilihannya tergantung dari kondisi di lapangan. Beberapa
teknik yang dapat dilakukan diantaranya (Ridiah 2010):
a) Pengolahan
tanah menurut kontur,
b) Pembuatan
guludan,
c) Terasering,
dan
d) Saluran
air
v Pendekatan Vegetatif
Teknik
konservasi tanah secara vegetatif adalah setiap pemanfaatan tanaman/vegetasi
maupun sisa-sisa tanaman sebagai media pelindung tanah dari erosi, penghambat
laju aliran permukaan, peningkatan kandungan lengas tanah, serta perbaikan
sifat-sifat tanah, baik sifat fisik, kimia maupun biologi.
Tanaman
ataupun sisa-sisa tanaman berfungsi sebagai pelindung tanah terhadap daya
pukulan butir air hujan maupun terhadap daya angkut air aliran permukaan
(runoff), serta meningkatkan peresapan air ke dalam tanah.
Dalam penerapannya, petani biasanya
memodifikasi sendiri teknik-teknik tersebut sesuai dengan keinginan dan
lingkungan agroekosistemnya sehingga teknik konservasi ini akan terus
berkembang di lapangan. Keuntungan yang didapat dari system vegetatif ini
adalah kemudahan dalam penerapannya, membantu melestarikan lingkungan, mencegah
erosi dan menahan aliran permukaan, dapat memperbaiki sifat tanah dari
pengembalian bahan organik tanaman, serta meningkatkan nilai tambah bagi petani
dari hasil sampingan tanaman konservasi tersebut.
Menurut undang-undang alam,
konservasi alam di bedakan menjadi:
1. Suaka
Margasatwa
Suaka
margasatwa adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada hewan/binatang yang
hampir punah. Contoh : harimau, komodo, tapir, orangutan, dan lain sebagainya.
2. Cagar
Alam
Pengertian
cagar alam adalah suatu tempat yang dilindungi baik dari segi tanaman maupun
binatang yang hidup di dalamnya yang nantinya dapat dipergunakan untuk berbagai
keperluan di masa kini dan masa mendatang. Contoh : cagar alam ujung kulon,
cagar alam way kambas.
3.
Perlindungan Hutan
Perlindungan
hutan adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada hutan agar tetap terjaga
dari kerusakan. Contoh : hutan lindung, hutan wisata, hutan buru, dan lain
sebagainya.
4. Taman
Nasional
Taman
nasional adalah perlindungan yang diberikan kepada suatu daerah yang luas yang
meliputi sarana dan prasarana pariwisata di dalamnya. Taman Nasional Lorentz,
Taman Nasional Komodo, Taman Nasional Gunung Leuser, dll.
5. Taman
Laut
Taman
laut adalah suatu laut yang dilindungi oleh undang-undang sebagai teknik upaya
untuk melindungi kelestariannya dengan bentuk cagar alam, suaka margasatwa,
taman wisata, dsb. Contoh : Taman laut bunaken, taman laut taka bonerate, taman
laut selat pantar, taman laut togean, dan banyak lagi contoh lainnya.
6. Kebun
Binatang / Kebun Raya
Kebun
raya atau kebun binatang yaitu adalah suatu perlindungan lokasi yang dijadikan
sebagai tempat obyek penelitian atau objek wisata yang memiliki koleksi flora
dan atau fauna yang masih hidup.
2.3 Kegiatan
Konservasi Tingkat Internasional,Nasional dan Lokal
Kesadaran
akan kebutuhan pelestarian keanekaragaman hayati telah ada sejak berabad-abad,
di Amerika Utara, Eropa, dan bagian dunia lainnya. Di Indonesia kesadaran ini dimulai sejak zaman pemerintahan penjajahan
Belanda. Tonggak sejarah pelestarian alam di Indonesia mutakhir adalah
terbitnya Undang-undang No. 4 tahun 1982 tentang Ketentuan–ketentuan Pokok
Lingkungan Hidup. Berdasarkan Undang-Undang tersebut telah disusun berbagai
kebijakan nasional dan strategi konservasi alam Indonesia.
Kebijakan konservasi di Indonesia sangat penting, mengingat Indonesia yang
meskipun hanya meng-cover 1,3 % luas permukaan bumi, Indonesia memiliki 10 %
species tanaman berbunga, 12 % species mamalia dunia, 16 persen spesies reptile
dan amphibi, 17 persen species burung dan 25 persen atau lebih species ikan
dunia . Hutan Indonesia kaya akan species dengan didiami keanekaragaman yang
besar dari palm, lebih dari 400 species Dipterocarpaceae, (sebagian besar pohon
kayu komersil di Asia Tenggara) dan diperkirakan 25.000 tanaman berbunga.
Sebagaimana kekayaan dan keanekaragaman tumbuhan, Indonesia memiliki ranking
pertama di dunia untuk spesies mamalia (515 species, 36 persen
endemic),rangking pertama untuk kupu-kupu (121 species,44 persen endemik),
ranking ke tiga untuk reptile (600 species), ranking ke empat untuk burung
(1519 species, 28 persen endemic), keempat untuk amphibi (270 species) dan
ketujuh untuk tanaman berbunga. Perhatikan tabel berikut.
Tabel 1. Estimasi Jumlah Total Tipe Biotik Utama
Kelompok
|
Indonesia
(Spesies)
|
Dunia
(Spesies)
|
Bakteri,algae,biru merah
Fungi
Rumput Laut
Lumut
Paku
Tumbuhan berbunga
Insek
Molluka
Ikan
Amphibi
Reptil
Burung
Mamalia
|
300
12.000
1.800
1.500
1.250
25.000
250.00
20.000
8.500
1.000
2.000
1.500
500
|
4.700
47.000
21.000
16.000
13.000
250.000
750.000
50.000
19.000
4.200
6.300
9.200
4.170
|
Sumber: Bapenas,1993; Mc Neely et al., 1990
|
Kebijakan
operasional yang telah dilakukan pemerintah Indonesia dalam upaya konservasi
tersebut diantaranya adalah melindungi jenis, sumber plasma nutfah dan
ekosistem dari kepunahan. Dalam mendukung kebijakan tersebut juga telah
diciptakan kerangka kelembagaan sektoral di tingkat pusat. Semasa orde baru,
Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam Departemen
Kehutanan diberi tanggungjawab untuk melakukan perlindungan dan konservasi
ekosistem alami di kawasan-kawasan konservasi . Departemen ini mendukung peran
Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup yang diberi tanggungjawab untuk menyusun
strategi pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia dan pengintegrasiannya
dalam pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh sector–sector lain, seperti Departemen
Pertanian, Departemen Pertambangan, Departemen Transmigrasi, Departemen
Pekerjaan Umum, maupun dalam perencanan pembangunan regional yang disusun oleh
Bappenas dan Bappeda (Bappenas, 1993). Berbagai upaya positif juga telah
dilakukan untuk melestarikan keanekaragaman hayati nasional. Departemen
Kehutanan melalui Tata Guna Hutan Kesepakatan tahun 1984 telah menyisihkan
hutan seluas 18.725.215 hektar sebagai kawasan Konservasi (Dirjen Pengusahaan
Hutan,1997). Jejaring dari 336 kawasan konservasi yang mencakup 24 taman
nasional serta kawasan konservasi laut dan perairan juga telah dibangun dan
dikelola (Departemen Kehutanan dan FAO dalam Bappenas,1993). Pemerintah
Indonesia juga telah berperan aktif dalam skema–skema konservasi global,
seperti Ramsar, untuk perlindungan lahan basah maupun CITES untuk memantau
keberadaan dan kecenderungan populasi species – species yang diperdagangkan
(Bappenas,1993).
Namun
kebijakan, strategi dan kelembagaan yang telah diupayakan tersebut tidak mampu
membendung laju pengurasan (deplesi) hutan. Pada tiga tahun terakhir ini
menurut data dari Baplan menunjukan bahwa telah terjadi deplesi yang sangat
cepat. Hutan alam Indonesia berkurang 2,1 juta ha setiap tahunnya. Sisa Hutan
alam produksi yang masih dianggap utuh tinggal 20 juta ha (dari 60 juta ha).
Demikian pula hutan lindung dari seluas 30,3 ha tersisa tinggal 30%, bahkan
kawasan hutan konservasi juga mengalami penjarahan. Pengurangan hutan tersebut
akibat aktivitas logging (legal dan illegal) dan perladangan berpindah.
Dengan
terjadinya degradasi dan deplesi hutan, menyebabkan terjadinya pengurangan
jumlah species dan bahkan mengalami kepunahan. Menurut Mc Neely (1978) sejak
jaman Pleistocene 35 jenis mamalia telah musnah di Jawa, termasuk 20 jenis di
tempat lain. Hilangnya habitat secara terus menerus menyebabkan musnahnya
ekosistem tingkat local dan spesies. Sebagai contoh akhir-akhir ini Harimau
Jawa menjadi langka dan kurang dari 18 spesies burung sudah tidak terlihat lagi
di Jawa, termasuk endemik Jawa Vabellus macropterus (McKinnon,1988).
Dari keadaan atau kondisi sumberdaya yang akhir-akhir ini mengalami kemunduran
menjadi satu kendala dan permasalahan utama dalam pengelolaan keanekaragaman
hayati di Indonesia.
Dari
permasalahan-rmasalahan tersebut menunjukkan bahwa kebijakan, strategi dan
kelembagaan yang ada dewasa ini kurang mendukung terselenggaranya konservasi
jenis. Berdasarkan hal tersebut tulisan ini dimaksudkan untuk mengkaji
kebijakan, strategi dan kelembagaan yang ada ditinjau dari kekuatan dan
kelemahannya serta peluang dan tantangan ekternal ke depan dalam upaya
konservasi jenis.
Pengelolaan
kawasan konservasi saat ini dinilai belum efektif dan optimal. Hal ini dapat dilihat dari berbagai indikator
pengelolaan, antara lain keutuhan kawasan, tingkat gangguan kawasan (illegal logging, illegal mining, perburuan
satwa dan flora langka, tumpang tindih kepentingan dengan sektor lain),
ketersediaan sarana dan prasarana, sumber daya manusia dan penataan kawasan.
Berdasarkan data dari UPT, total kerusakan hutan di kawasan konservasi sampai
dengan 15 Juni 2009 seluas 460.407 hektar, yang terdiri dari taman nasional
315.424 hektar (1,9 % dari luas taman nasional) dan non taman nasional seluas
144.983 hektar (11,7 % dari luas kawasan non taman nasional) (Wiratno, 2010).
Tingginya
tingkat kerusakan kawasan konservasi non taman nasional tersebut diatas antara
lain disebabkan oleh beberapa hal, yaitu :
a.
Ukuran
kawasan konservasi non taman nasional (cagar alam dan suaka margasatwa) relatif
kecil dan terpencar. Rata-rata luas cagar alam adalah 18.000 hektar, dengan
variasi luas cagar alam terkecil 0,03 hektar (Beringin Sakti di Sumatera Barat)
dan cagar alam terluas 300.000 hektar (Enarotali di Papua). Sedangkan rata-rata luas suaka margasatwa
adalah 70.000 hektar, dengan variasi luas suaka margasatwa terkecil 25,02
hektar (Muara Angke) dan cagar alam terluas 2.018.000 hektar (Membramo-Foja di
Papua).
b.
Lokasi
kawasan konservasi suaka alam yang tersebar dan terpencil, sehingga upaya
pengamanan kawasan memerlukan biaya yang lebih besar dan kesiapan sumberdaya
manusia yang lebih handal, termasuk bagaimana membangun strategi melibatkan
masyarakat sekitar untuk ikut serta mengamankan kawasan.
c.
Perubahan
tata guna lahan untuk kepentingan pembangunan di sekitar kawasan suaka alam
berdampak langsung pada terbukanya akses kedalam kawasan tersebut, sehingga
dapat meningkatkan tekanan dan kerusakan pada kawasan.
d.
Unit
Pelaksana Teknis (UPT) KSDA, disamping mengelola kawasan (in-situ) juga
mendapat mandat untuk memberikan pelayanan umum konservasi di luar habitatnya
(ex-situ) yaitu membina, mengawasi dan melakukan penegakan hukum terhadap
peredaran tumbuhan dan satwa liar di tingkat provinsi.
e.
Masih
rendahnya dukungan mitra untuk membantu UPT KSDA. Sebagian mitra lebih mendukung pengelolaan
kawasan taman nasional. Sementara itu, dukungan pemerintah daerah dirasakan
juga kurang memadai, misalnya dalam hal pengembangan daerah penyangga atau
sinergi program pembangunan daerah dengan kegiatan pengelolaan suaka alam.
Persoalan-persoalan
kawasan yang dihadapi oleh pengelola kawasan yang mengakibatkan tingginya
tingkat kerusakan hutan seperti tersebut di atas pada umumnya telah berlangsung
dalam waktu yang cukup lama.
Kompleksitas persoalan ini telah menyangkut kepentingan sektor lain
(pertambangan, pembangunan jalan, waduk, jaringan transmisi listrik, energi
listrik, tower telekomunikasi, areal (pencadangan) transmigrasi, pemukiman
masyarakat), illegal logging, illegal
fishing, perambahan, pendudukan kawasan, jual beli lahan, sertifikasi lahan
kawasan, tumpang tindih atau konflik batas kawasan, tumpang tindih wilayah
kabupaten baru dengan kawasan, dan sebagainya.
Demikian
pula besaran persoalannya sudah sampai pada pendudukan kawasan oleh ribuan
kepala keluarga, pembentukan desa-desa baru defenitif di dalam kawasan,
penerbitan sertifikat tanah, hak guna usaha dalam waktu yang relatif lama.
Persoalan baru seiring dengan otonomi daerah adalah munculnya puluhan kabupaten
pemekaran dan bahkan provinsi baru yang sebagian atau seluruh wilayahnya berada
di dalam kawasan konservasi.
Penyelesaian persoalan tersebut
tidak dapat hanya dilakukan melalui proses penegakan hukum tanpa didukung oleh
perubahan kebijakan pengelolaan dan dukungan kebijakan di tingkat
nasional. Persoalan kawasan konservasi telah menjadi persoalan
strategi nasional, yang sudah waktunya diselesaikan secara terpadu, sinergis
dan dengan dukungan kebijakan nasional yang konsisten.
Mensikapi
kondisi saat ini dan kondisi yang diinginkan, minimal dalam periode 5 tahun ke
depan (2009-20014), Strategi Kementerian
Kehutanan sebagai berikut :
1.
Tingkat
Nasional
a.
Pada tatasan
nasional, kawasan-kawasan konservasi telah dimasukkan ke dalam Tata Ruang
Nasional. Peta Dasar Tematik Kehutanan (peta penunjukan yang diperbaharui) yang
segera dideklarasi oleh Menteri Kehutanan, akan dijadikan dasar atau acuan bagi
sektor lain untuk menetapkan Tata Ruang Pulau.
b.
Penataan
kawasan konservasi telah diamanatkan di dalam (revisi) PP 68. Proses penataan
ini ditujukan untuk menata kawasan konservasi menjadi unit-unit pengelolaan
sampai dengan tingkat lapangan atau unir pengelolaan terkecil di tingkat
resort.
c.
Kementerian Kehutanan
mendorong dan memfasilitasi diterbitkannya INPRES Penanggulangan Perambahan di
Kawasan Konservasi. Instruksi Presiden ini akan melibatkan lintas
departemen/lembaga untuk penyelesaian perambahan di Kawasan Konservasi. INPRES
ini akan dijadikan dasar bagi Pemprov dan atau Pemkab dalam menyiapkan Tim
Terpadu Penanggulangan Perambahan di Kawasan Konservasi.
2.
Tingkat
Kementerian Kehutanan
Penataan
kawasan konservasi perlu didukung dengan data dan informasi spasial dan non
spasial yang akurat dan up to date. Data dan informasi ini bukan hanya di
masing-masing kawasan konservasi tetapi juga kondisi penggunaan lahan dan
penutupan lahan kawasan penyngga di sekitarnya.
Direktorat
Konservsi Kawasan, khususnya Subdit Pemolaan dan Pengembangan dan Subdit PIKA akan
menjadi Lead Agency dalam mengembangkan Lab. GIS/Remote Sensing untuk membangun
Sistem Monitoring dan Evaluasi Kawasan Konservasi. Subdit Pemolaan dan
Pengembangan, Subdit PIKA akan bekerja intensif dan terpadu dengan Bagian
Program Anggaran, dan Bagian Evaluasi-Sekditjen PHKA, dan Dir.PPH.
Tim
yang bekerja pada Lab GIS/RS Ditjen PHKA akan membantu dan fasilitasi UPT untuk
melakukan penataan kawasan, termasuk dalam rangka membangun Sistem Pemantauan
Perambahan Kawasan Konservasi dan membangun Database Kawasan.
3.
Tingkat UPT
UPT
membangun Lab GIS/RS untuk mendukung penataan kawasan berbasis resort. Lab
GIS/RS ini akan menghasilkan data/informasi dasar yang akan dijadikan bahan
bagi ”Team Reaksi Cepat” dan ”Team Kerja Resort”, untuk melakukan cek lapangan,
verifikasi, pengumpulan data dan informasi tambahan, pemetaan sejarah
persoalan-persoalan kawasan.
Beberapa
UPT, yaitu TN.Gunung Halimun Salak, TN Gunung Gede Pangrango, TN Alas Purwo, TN
Kerinci Seblat, dan TN Gunung Leuser telah mengembangkan berbagai inisiatif
pengelolaan, sampai dengan tingkat Resort. Artinya, pengelolaan dilakukan di
lapangan dengan resort sebagai Unit Manajemen terkecil suatu kawasan
konservasi.Dengan dukungan dari pusat, apabila diperlukan, UPT mendorong dan
atau memfasilitasi dibentuknya Tim Koordinasi Penyelesaian Perambahan di
Kawasan Konservasi, baik di tingkat kabupaten atau provinsi.
2.4 Upaya Penyelamatan Sumberdaya
Air,Udara dan Tanah
Program penyelamatan Hutan, Tanah dan Air bertujuan
: (1) mencegah kerusakan
terhadap bangunan-bangunan hasil pembangun- an selama Repelita I, II, dan III
terhadap bahaya banjir dan kekeringan, (2) membangun sumber daya baru di daerah
kritis, (3) memperbaiki sistem hidro-orologi di daerah aliran sungai, (4)
meningkatkan produktivitas sumber daya tanah, hutan dan air, (5) membina
pelestarian alam, plasma nutfah dan fungsi perlindungan wilayah.
Usaha-usaha yang termasuk dalam program ini adalah
penghijauan, konservasi tanah dan reboisasi, pengendalian dan pengamanan sungai, pengembangan wilayah
dan penanggulangan bencana
alam yang dilaksanakan dalam rangka pengelolaan DAS secara terpadu, pembinaan
dan pembangunan taman nasional dan suaka alam, pelestarian fungsi kawasan
lindung dan pembinaan wisata alam, penyelamatan flora dan fauna langka serta
pembi-naan pelestarian karang dan pantai.
Penghijauan
dan konservasi tanah meliputi kegiatan penanaman tanaman tahunan, pembuatan
teras, pembangunan bendung penangkal erosi atau dam pengendali, dan pembangunan
unit percontohan usaha tani pelestarian sumber alam, serta kegiatan-kegiatan
lain yang bertujuan untuk mencegah kemerosotan produktivitas tanah dan air,
khususnya yang dilakukan di areal lahan yang bukan kawasan hutan negara.
Reboisasi juga merupakan kegiatan penanaman tanaman tahunan yang tujuannya
sama dengan penghijauan
tetapi dilaksanakan di areal kawasan hutan negara. Kedua kegiatan tersebut merupakan usaha
rehabilitasi lahan kritis
dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) yang terpenting.
Usaha penghijauan dan reboisasi masih melanjutkan kegiatan-kegiatan
seperti dalam Repelita I. Pada tahun 1976/77 dengan lahirnya Inpres Penghijauan
dan Reboisasi, yang melibatkan
pemerintah daerah dan masyarakat secara langsung, usaha penghijauan dan
reboisasi secara besar-besaran mulai
dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan pembangunan daerah terpadu
dalam satuan daerah aliran sungai (DAS). Pendekatan dengan upaya fisik di lapangan masih sangat menonjol
dalam masa tersebut.
Usaha penghijauan dan reboisasi, terutama
sejak tahun 1980/81, mulai dikembangkan dengan pendekatan penyertaan aktif masyarakat. Pendekatan ini dijalankan
melalui upaya penyuluhan, pengembangan percontohan dan pengembangan lembaga
swadaya masyarakat. Kepada mereka yang berha
sil melaksanakan kegiatan-kegiatan tersebut secara baik dibe-rikan
penghargaan, misalnya dalam bentuk pemberian hadiah Kalpataru oleh Presiden
kepada masyarakat yang secara swadaya berusaha melestarikan hutan, tanah dan
air.
Menyadari bahwa untuk mencapai keberhasilan yang diinginkan dalam usaha reboisasi,
penghijauan dan konservasi tanah, memerlukan keikutsertaan masyarakat secara aktif, maka dalam pelaksanaan dan
pengamanan hasil penghijauan, dan reboisasi, usaha penyuluhan diberi
prioritas utama.
Usaha
lainnya yang termasuk dalam program ini adalah pembinaan dan pembangunan taman
nasional dan suaka alam, pelestarian fungsi kawasan lindung dan pembinaan
wisata alam dan penyelamatan flora dan fauna langka. Upaya perlindungan hutan
dan pelestarian alam dalam rangka konservasi sumber daya alam dan lingkungan
hidup pada hakekatnya bertujuan untuk
melindungi keberadaan plasma nutfah, dan menjaga kelestarian poten‑ si sumber
daya alam beserta ekosistemnya yang khas, terhadap kemungkinan bahaya kerusakan
dan penurunan kualitas dan kuantitasnya.
Beberapa
daerah tertentu, berdasarkan kondisi ekologis, geomorfologis dan keunikan
gejala alam yang dimilikinya, teslah ditetapkan sebagai kawasan konservasi sumber daya
alam. Kawasan konservasi itu meliputi hutan lindung, cagar alam, suaka
margasatwa, taman wisata dan taman buru. Penunjukan ka-wasan konservasi telah
dilaksanakan berdasarkan pertimbangan pendekatan konservasi ekosistem yang
menyeluruh. Mengingat pentingnya konservasi sumber daya alam dalam menjamin
berha-silnya pembangunan yang berkesinambungan, maka dalam Repelita III
pengelolaan kawasan konservasi sumber daya alam lebih dimantapkan dengan
pengembangan sistem taman nasional. Sistem
ini merupakan pendekatan regional secara terpadu.