Wednesday, May 20, 2015

Penggunaan Lahan Perkotaan



o   Penggunaan Lahan Perkotaan
            Secara umum, pola penggunaan lahan perkotaan memiliki 3 ciri (Sadyohutomo, 2006:71),antara lain :
1.      Pemanfaatannya dengan intensitas yang tinggi yang disebabkan oleh populasi penduduk yang lebih tinggi dari kawasan pedesaan. Dengan demikian, dalam pasar investasi tingkat permintaan akan lahan juga tinggi dan nilai guna lahan kawasan perkotaan cenderung lebih tinggi pula.
2.      Adanya keterkaitan yang erat antar unit-unit penggunaan tanah.
3.      Ukuran unit-unit penggunaan lahan didominasi luasan yang relatif kecil. Hal ini sangat berbeda dengan kawasan pedesaan yang memungkinkan sebentang lahan yang luas memiliki satu fungsi yang sama sehingga cocok untuk kegiatan budi daya agraria.
            Secara umum, klasifikasi penggunaan tanah pada kawasan perkotaan dapat dibagi menjadi 7 jenis (Sadyohutomo, 2006: 72) , antara lain :
a.       Perumahan, berupa kelompok rumah sebagai tempat tinggal lengkap dengan prasarana dan sarana lingkungan.
b.      Perdagangan, berupa tempat transaksi barang da jasa yang secara fisik berupa bangunan pasar, toko, pergudangan dan lain sebagainya.
c.       Industri, adalah kawasan untuk kegiatan proses pengolahan bahan-bahan baku menjadi barang setangah jadi atau barang jadi.
d.      Jasa, berupa kegiatan pelayanan perkantoran pemerintah, semi komersial, kesehatan, sosial, budaya dan pendidikan.
e.       Taman, adalah kawasan yang berfungsi sebagai ruang terbuka publik, hutan kota dan taman kota.
f.       Perairan, adalah areal genangan atau aliran air permanen atau musiman yang terjadi secara buatan dan alami.
g.      Lahan kosong, berupa lahan yang tidak dimanfaatkan
o   Penggunaan Lahan Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 41 tahun 2007
            Sesuai dengan amanat Undang Undang Penataan Ruang, tata laksana kegiatan perencanaan tata ruang dilakukan dengan mempergunakan seperangkat pedoman teknis yang salah satunya mengatur analisis dan klasifikasi penggunaan lahan untuk kawasan pedesaan dan perkotaan.
            Peraturan Menteri PU nomor 41 tahun 2007 mengatur klasifikasi penggunaan lahan menjadi dua kelompok besar, dengan penjelasan sebagai berikut :
1.      Kawasan lindung, adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi    kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan.
2.      Kawasan budidaya, adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia,  dan sumber daya buatan
c. Perencanaan Penggunaan Lahan
            Perencanaan peruntukan lahan untuk suatu fungsi tertentu dan besarnya volume kegiatan yang diijinkan di atas suatu lahan akan berbeda-beda pada setiap daerah kota sesuai dengan karakteristik kegiatan dan masalah yang berkaitan. Kenyataan ini mengarahkan bagaimana seharusnya suatu daerah dikembangkan  dan didefinisikan secara baik. Peruntukan penggunaan ruang atau lahan suatu tempat secara langsung disesuaikan dengan masalah-masalah yang terkait, dan bagaimana seharusnya suatu daerah atau zona dikembangkan.
            Shirvani (1985:9) menyimpulkan bahwa tata guna lahan perlu mempertimbangkan dua hal, yaitu pertimbangan segi umum dan aktifitas pejalan kaki (street level) yang akan menciptakan lingkungan yang lebih manusiawi. Selanjutnya dia mencontohkan dalam Urban Design Process, bahwa Kota Seattle dan Washington menggunakan istilah Floor Area Districts, yang didasarkan atas tata guna lahan khusus dan kondisi aksesibilitas di daerah tertentu, sehingga ketentuan mengenai tata guna lahan dapat disesuaikan langsung dengan masalah bagaimana seharusnya suatu daerah dikembangkan. Selanjutnya dikatakan bahwa land use planning merupakan proses alokasi sumber daya yang dilakukan sedemikian rupa, sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat kota secara luas. Perencanaan ini berkaitan dengan land use policies yang akan menentukan hubungan antara rencana (plan) dan kebijaksanaan (policy). Suatu rencana tata guna lahan (land use plan) yang dibuat dalam kaitannya dengan land use policies akan menentukan hubungan antara rencana (plan) dan policy (kebijaksanaan) akan menentukan fungsi yang tepat dari suatu daerah tertentu.
            Catanesse (1988 : 281), mengatakan bahwa secara umum ada 4 (empat) kategori alat-alat perencanaan tata guna lahan, untuk melaksanakan rencana, yaitu:
1.      Penyediaan fasilitas umum
            Fasilitas umum diselenggarakan terutama melalui program perbaikan modal dengan cara melestarikan sejak dini menguasai lahan umum dan daerah milik jalan (damija).
2.      Peraturan-peraturan pembangunan
            Ordonansi yang mengatur pendaerahan (zoning), peraturan tentang pengaplingan, dan ketentuan-ketentuan hukum lain mengenai pembangunan, merupakan jaminan agar kegiatan pembangunan oleh sektor swasta mematuhi standar dan tidak menyimpang dari rencana tata guna lahan.
3.      Himbauan, kepemimpinan dan koordinasi
            Sekalipun agak lebih informal dari pada program perbaikan modal atau peraturan-peraturan pembangunan, hal ini dapat menjadi lebih efektif untuk menjamin agar gagasan-gagasan, data-data, informasi dan risat mengenai pertumbuhan dan perkembangan masyarakat daat masuk dalam pembuatan keputusan kalangan developer swasta dan juga instansi pemerintah yang melayani kepentingan umum.
4.      Rencana tata guna lahan
            Rencana saja sebenarnya sudah merupakan alat untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan serta saran-saran yang dikandungnya selama itu semua terbuka dan tidak basi sebagai arahan yang secara terus-menerus untuk acuhan pengambilan keputusan baik kalangan pemerintah maupun swasta. Suatu cara untuk melaksanakan hal itu adalah dengan cara meninjau, menyusun dan mensyahkan kembali, rencana tersebut dari waktu ke waktu. Cara lain adalah dengan menciptakan rangkaian bekesinambungan antara rencana tersebut dengan perangkat-perangkat pelaksanaan untuk mewujudkan rencana tersebut.

No comments:

Post a Comment